TEMPO.CO, Pekanbaru - Jarum jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Namun masyarakat Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Riau, sudah turun ke tepian Sungai Subayang. Mereka beramai-ramai menumpang perahu menyusuri sungai menuju Lubuk Larangan. Pagi itu, Ahad, 16 Agustus 2015, boleh jadi dikatakan hari bahagia bagi warga setempat. Sudah waktunya panen ikan di Lubuk Larangan.
Berita Menarik: Si Cantik Bawa Bendera: Ini yang Ditakutkan di Depan Jokowi
"Saat ini waktu yang tepat membuka Lubuk Larangan," kata Epri Desmi, yang diberi amanah oleh warga sebagai tetua di kampung dalam urusan Lubuk Larangan. Ia diberi gelar Datuk Godang. Tempo berkesempatan mengikuti tradisi panen ikan di Lubuk Larangan, jaraknya sekitar 12 kilometer dari permukiman warga. Tak ada akses darat, perahu satu-satunya kendaraan menyusuri sungai yang membelah hutan berbukit hijau.
Sungai Subayang merupakan akses transportasi masyarakat di kawasan penyangga Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling. Hampir setiap hari warga hilir mudik menggunakan perahu. Tak ada yang membedakan aliran sungai untuk transportasi dengan aliran sungai di Lubuk Larangan. Hanya saja, masyarakat sepakat menentukan lokasi Lubuk tepat di bagian aliran sungai dengan kedalaman 1-2 meter.
Warga meyakini bagian sungai yang dalam merupakan tempat paling disenangi ikan untuk bertelur. "Lubuk Larangan itu di antara dua Beting atau aliran sungai yang dangkal," kata Epri. Lubuk larangan memiliki panjang 500-800 meter. Ia hanya dibatasi seutas tali yang diikatkan di antara dua pohon di atas bukit yang mengapit sungai. Warga yang melewati sungai tidak diizinkan mengambil ikan barang seekor pun.
Menurut cerita masa lampau, warga yang nekat mengambil ikan di Lubuk Larangan sebelum waktunya akan menerima tulah sumpah seperti perut akan membuncit atau meninggal setelah makan ikan. "Itu sudah menjadi keyakinan sejak zaman dulu," kata Epri. Terbukti, tradisi yang melekat di Lubuk Larangan hingga kini terus lestari. Tidak satu pun warga yang berani mengambil ikan sebelum waktunya.
Berita Terbaru: Cemas di Depan Jokowi,Ini Hebatnya Si Cantik Pembawa Bendera
Warga dituntut berlaku jujur hanya dengan seutas tali yang menjadi tanda Lubuk Larangan. Tapi saat ini, bagi warga yang kedapatan mengambil ikan di kawasan Lubuk Larangan akan dikenakan sangsi adat "Denda berupa satu sak semen," ucap Epri. Ikan yang menghuni di Lubuk larangan hanya boleh dipanen secara bersama-sama dalam jangka waktu satu atau dua tahun sekali tergantung kondisi alam.
Waktu yang tepat panen ikan pada musim panas saat ketinggian air tidak terlalu dangkal serta tidak juga terlalu dalam. "Kalau musim hujan ikan bisa hanyut terbawa air," kata Epri, lagi. Sambil menunggu kaum pria menjaring ikan, kaum wanita dibantu anak mereka mendirikan tenda di tepian sungai. Biasanya satu tenda diisi oleh satu keluarga, yang biasa gunakan untuk makan bersama selepas memanen.
Selanjutnya: Ritual khusus sebelum ramai-ramai masuk Lubuk Larangan.