TEMPO.CO, Medan - Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dituduh memanfaatkan bantuan dana bansos untuk mendongkrak suaranya agar bisa menang dalam pemilihan gubernur 2013. Ini membuat bantuan dana membengkak dan banyak yang tidak sesuai dengan peruntukan.
Menurut salah seorang anggota legislatif Sumatera Utara periode 2009-2014, daerah akan menerima dana bantuan dalam jumlah besar asalkan mau berkomitmen dengan gubernur saat itu, Gatot Pujo Nugroho. Wali kota atau bupati harus memenangkan politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut, yang merupakan calon inkumben dalam pemilihan gubernur-wakil gubernur 2013. Gatot berpasangan dengan Tengku Erry Nuradi dari Partai NasDem. (Baca: Ini Aliran Dana Bansos Gubernur Sumatera Utara)
Lantaran banyak yang mau berkomitmen, kata sumber tadi, akhirnya Gatot menaikkan jumlah dana bantuan dari yang awalnya ditetapkan bersama DPRD sebesar Rp 1,3 triliun menjadi Rp 2,8 triliun. "Dari dana itu, daerah juga setor 6-10 persen. Mungkin untuk biaya kampanye gubernur inkumben," ujar sumber tersebut.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Sutrisno Pangaribuan, mengatakan memang ada keanehan saat pengucuran dana total senilai Rp 2,8 triliun tersebut. "Dari mana itu yang Rp 1,5 triliun?" kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini. (Baca: Gatot Ingin Kasus Bansos di Kejaksaan Diambil Alih KPK)
Kuasa hukum Gatot, Razman Arief Nasution, membantah adanya korupsi dana bantuan sosial. Ia mengatakan pemerintah Sumatera Utara mendapat predikat wajar tanpa pengecualian oleh BPK pada 2014. Karena itu, dia heran bila Kejaksaan tetap melanjutkan penyidikan atas penemuan pada 2012-2013. "Ini kan sudah clear, kok, malah ditanya sekarang sama Kejaksaan," tutur Razman.
Dana bantuan daerah bawahan (BDB) Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2012-2013 sedang ditelisik Kejaksaan Agung. Kejaksaan menduga ada penyimpangan hukum dalam penggelontoran dana senilai Rp 2,8 triliun itu. (Lihat Video: Kronologi Kasus Suap Yang Menyeret Gatot Dan Istri Mudanya)
Sutrisno menilai besaran dana bantuan tersebut tidak sesuai dengan peruntukan. Sebab, daerah yang sudah kaya, seperti Asahan, justru mendapat dana bantuan besar. Pada 2012, Asahan mendapat dana bantuan Rp 143,842 miliar. Setahun kemudian meningkat hingga 296 persen atau sebesar Rp 425,662 miliar.
Dia membandingkan dengan Nias Barat yang miskin tapi hanya mendapat bantuan sedikit. Pada 2012, Nias Barat mendapat kucuran dana bantuan sebesar Rp 2,093 miliar. Pada 2013, bantuan ke Nias Barat turun menjadi Rp 1,3 miliar.
Padahal, kata Sutrisno, alokasi dana bantuan seharusnya menyesuaikan dengan jumlah penduduk, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan kemajuan daerah. Dia menduga Asahan mendapat alokasi dana bantuan jumbo karena, saat pemilihan gubernur 2013, pasangan Gatot-Erry mendulang suara 42,70 persen. Sedangkan di Nias Barat, Gatot-Erry hanya memperoleh 7,75 persen suara. (Baca: Korupsi Bansos Sumut, BPK Temukan Banyak Kejanggalan)
Wakil Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi mengakui belum ada aturan jelas dalam pengucuran dana bantuan daerah bawahan. Menurut dia, seharusnya terdapat peraturan gubernur atau peraturan daerah untuk menentukan penerima dan syarat-syaratnya. "Saya pernah mengingatkan, tapi sampai sekarang belum dibuat," ucap Erry di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Medan, kemarin.
Ketua Citra Keadilan Hamdani Harahap mengatakan pembagian dana bantuan daerah bawahan tidak jelas indikator atau parameternya. “Kebijakan dana BDB apakah berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, atau kekayaan alam daerah?” tanya Hamdani.
LINDA TRIANITA