TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso prihatin atas kerusuhan yang terjadi di Tolikara, Papua, saat warga muslim sedang melaksanakan ibadah salat Idul Fitri. Sutiyoso mengatakan penyerangan itu seharusnya tak terjadi karena sejak awal sudah ada rapat koordinasi untuk mengantisipasi bentrok.
"Pada 11 Juli sudah ada respons dari kapolres dengan mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri semua pihak termasuk perwakilan GIDI (Gereja Injili di Indonesia) dan tokoh agama," kata Sutiyoso di rumah dinasnya, Kamis, 23 Juli 2015.
Rapat koordinasi digelar untuk menyikapi surat edaran yang diteken pada 11 Juli lalu. Selain memberitahukan penyelenggaraan seminar dan kebaktian kebangunan rohani (KKR) pemuda GIDI pada 13-19 Juli 2015, surat itu berisi larangan perayaan Lebaran dan pemakaian jilbab di Tolikara.
Dua poin yang disepakati dalam rapat tersebut, kata Sutiyoso, adalah pencabutan surat edaran tak resmi dari GIDI Tolikara dan memastikan salat Idul Fitri tetap dilaksanakan. Atas kesepakatan itu, salat Id pun dilangsungkan di Markas Komando Rayon Militer (Makoramil) 1702-11, Karubaga.
Sutiyoso mengatakan aparat gabungan dari Koramil dan polres sudah diturunkan untuk mengamankan pelaksanaan salat. "Tapi di sana kota kecil sehingga total hanya 42 aparat yang berjaga," ucap dia.
Serangan dari puluhan orang yang diduga anggota jemaat GIDI tak diduga karena sudah ada kesepakatan dalam rapat koordinasi. Massa GIDI berdalih telah memberitahukan agar kegiatan ibadah Lebaran tak dilaksanakan di daerah tersebut karena berbarengan dengan acara seminar dan KKR pemuda GIDI.
Aparat yang mengamankan lokasi mengeluarkan tembakan peringatan. Namun massa mengamuk hingga menyebabkan puluhan kios dan sebuah musala di sekitar lapangan habis terbakar. Tembakan menyebabkan seorang korban tewas dan belasan lainnya luka-luka.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA