TEMPO.CO, Bandung - Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada Jumat, 17 Juli 2015 mempunyai makna spesial bagi warga Sumedang. Ada pantangan bagi kepala daerah dan keluarganya agar mereka tidak melaksanakan salat Ied di dalam kota. Ini ada kaitannya dengan sejarah empat abad silam.
Kepala Museum Geusan Ulun Sumedang Mohamad Achmad Wiriatmadja mengatakan Pangeran Panembahan yang memimpin Kerajaan Sumedang diserang pasukan Kesultanan Banten seusai melaksanakan salat Idul Fitri. Kesultanan Banten ini memperluas wilayah dan pengaruhnya ke wilayah timur.
Peristiwa serangan itu terjadi pada 18 November 1678 di pusat kerajaan Sumedang yang ketika itu berada di daerah Tegalkalong. “Pangeran Panembahan selamat, tapi keluarganya ada yang tewas,” ujarnya, Ahad, 12 Juli 2015.
Setelah kejadian itu, Pangeran Panembahan memberlakukan pantangan yang berlaku sampai kini. Siapa pun pemimpin Sumedang, sekarang bupati, diminta tidak melaksanakan salat Id di pusat kota.
“Pantangan itu menjadi peringatan atau hari berkabung atas peristiwa serangan yang menjatuhkan ibu kota Sumedang,” kata Achmad.
Jika pantangan dilanggar, dipercaya bakal ada musibah atau kecelakaan yang menimpa Sumedang atau pimpinan daerah dan keluarganya. Setelah salat Id di luar kota, kata Achmad, pimpinan daerah dan keluarganya bisa kembali ke kediaman di pusat kota untuk bersilaturahmi dengan kerabat dan warga.
ANWAR SISWADI