TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan awal puasa Ramadan 1438 Hijriah/2017 Masehi jatuh pada 27 Mei, merujuk hasil perhitungan astronomi ahli falak salah satu organisasi Islam terbesar Indonesia itu.
Baca juga: MUI: Tarekat Tidak Mengajarkan Penentuan Hilal
"Karena posisi hilal saat itu berada di sekitar tujuh derajat. Sudah tinggi," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti saat dihubungi dari Jakarta, Rabu, 15 Maret 2017.
Dia mengatakan keputusan tersebut merujuk pada hasil "hisab hakiki wujudul hilal" Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Menurut Mu'ti, posisi ketinggian bulan baru atau hilal yang tinggi itu memungkinkan terlihat mata telanjang. Kemungkinan besar awal puasa 2017 versi Muhammadiyah dengan pemerintah akan sama.
Pemerintah, kata dia, biasanya menetapkan posisi minimal hilal sesuai metode rukyat adalah lebih dari dua derajat di atas ufuk guna memenuhi unsur keterlihatan bulan oleh mata.
"Pemerintah walaupun menggunakan rukyatul hilal biasanya di atas empat derajat itu hilal sudah terlihat. Bahkan ada pendapat kalau dua derajat sudah rukyat," tuturnya.
Kendati ada kesamaan awal Ramadan Muhammadiyah dan pemerintah, Mu'ti mengatakan delegasi Muhammadiyah akan tetap menghadiri sidang isbat yang diadakan Kementerian Agama dengan beberapa syarat sesuai prinsip kemaslahatan musyawarah.
Syarat pertama, kata dia, proses sidang isbat tidak disiarkan langsung oleh media kecuali untuk pengumuman hasil musyawarah.
Baca juga: PBNU Syukuri Keputusan Sidang Isbat Penetapan Awal Ramadan
Berikutnya, kata Mu'ti, jika terjadi perbedaan pendapat, harus dimasukkan ke pertimbangan pengambilan keputusan agar tidak ada pendapat kelompok tertentu yang merasa diabaikan.
ANTARA