TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Indonesia yang ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, ikut bersuara tentang dana aspirasi bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pada era pemerintahannya, SBY mengatakan, dia menolak usul pengadaan dana aspirasi karena dianggap menyamakan kewenangan eksekutif dan legislatif.
"Saya menyarankan agar DPR dan pemerintah tidak gegabah mengambil keputusan. Jangan salah dan jangan merusak sistem," cuit SBY melalui akun Twitter-nya, @SBYudhoyono, Selasa, 16 Juni 2015.
SBY mempertanyakan lima hal tentang dana aspirasi. Pertama, kata dia, bagaimana meletakkan titipan program DPR dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga tidak bertentangan dengan rencana eksekutif.
"Ingat, APBN direncanakan dan disiapkan dengan proses dari atas dan dari bawah secara terpadu, bertahap, dan berkelanjutan. Di mana masuknya dana aspirasi?" kata SBY.
Kedua, kata SBY, "Bagaimana menjamin penggunaan dana tersebut tidak tumpang-tindih dengan anggaran daerah dan yang diinginkan oleh DPRD provinsi, kabupaten, dan kota?"
Ketiga, SBY menilai anggota DPRD lebih tepat mendapatkan dana aspirasi karena lebih tahu dan dekat dengan daerah pemilihan. Keempat, perencanaan pembangunan bakal semakin rumit karena semua pihak punya keinginan dan rencana masing-masing.
Kelima, "Bagaimana akuntabilitas dan pengawasan dana aspirasi itu, sekalipun dana itu tidak ‘dipegang’ sendiri oleh anggota DPR?" tutur SBY.
Saat menjadi presiden, SBY melanjutkan, dia menolak usul dana aspirasi karena lima hal itu belum jelas. "Tidakkah saat ini fokus dan prioritas pemerintah dan DPR justru mengatasi perlambatan ekonomi dengan segala dampaknya terhadap kehidupan masyarakat?" ujarnya.
INDRI MAULIDAR