TEMPO.CO, Tegal - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan memang seharusnya kepengurusan Partai Golkar yang diakui berdasarkan surat keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, kata dia, setelah dilakukannya islah khusus, Kemenkum HAM tidak bisa asal mengklaim surat keputusan itu sebagai rujukan calon kepala daerah dari Partai Golkar.
"Itu kan sebaik-baiknya. Tapi ada dua hal, Kementerian Hukum juga musti mendengarkan Komisi Pemilihan Umum," kata JK di Pondok Pesantren At-Tauhiddiyah, Cikura, Tegal, Jawa Tengah, Senin, 8 Juni 2015. "Karena yang melaksanakam pemilihan kepala daerah itu KPU."
JK menyerahkan seluruh wewenang kepada KPU terkait pengesahan kepengurusan Golkar untuk mengikuti Pilkada. Dia juga mengatakan akan memfasilitasi pertemuan antara KPU dan Kemenkum HAM untuk membicarakan soal pengesahan kepengurusan setelah islah khusus.
JK mengakui proses islah khusus dualisme kepengurusan Golkar memang melalui jalan yang berliku. Ditambah adanya pernyataan dari beberapa kader Golkar di daerah yang menganggap bahwa islah khusus Golkar hanya bersifat sementara.
"Pendapat memang bermacam-macam, yang penting kedua pimpinan kepengurasan sudah menyetujui. Tentu yang lain harus mengikuti," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM tetap hanya mengakui surat keputusan yang mengesahkan Musyawarah Nasional Ancol sebagai rujukan calon kepala daerah dari Partai Golkar. Sikap itu diambil lantaran akta perdamaian yang disepakati di antara kedua kubu yang berseteru di tubuh Golkar bersifat parsial.
Juru bicara Kementerian Hukum dan HAM, Ansharuddin, mengatakan pemerintah tak mungkin membatalkan pengesahan kepengurusan Golkar hasil Munas Ancol, pimpinan Agung Laksono, karena saat ini legalitas surat keputusannya masih diuji di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Kementerian Hukum menyatakan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatan kubu Aburizal Bakrie.
REZA ADITYA