TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara menganggap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengintervensi partai politik dengan menerbitkan surat keputusan pengesahan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.
Hakim dalam pertimbangan hukumnya mengatakan Menteri Hukum dan HAM tidak berhak mengambil keputusan apa pun dalam menyikapi konflik internal partai politik. "Pengadilan tidak boleh membiarkan tergugat menggunakan hukum yang menyimpang dari kewenangannya," kata ketua majelis hakim Teguh Satya Bhakti saat membacakan putusan di Pengadilan Tata Usaha Negara, Senin, 18 Mei 2015.
Baca Juga:
Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie menyoal penerbitan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengakui kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono. Berkali-kali, Yasonna menyatakan surat keputusan ini terbit berdasarkan hasil putusan Mahkamah Partai Golkar. Dia tak bisa tidak bersikap setelah adanya pendaftaran kepengurusan.
Hakim Teguh mengatakan SK Menkumham yang menjadi obyek sengketa telah melanggar Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik. "Dan melanggar asas pemerintahan umum yang baik dan asas kepastian hukum," ucapnya.
Karena itu, pengadilan memutuskan membatalkan SK Menkumham tentang kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono dan mewajibkan tergugat, yaitu Menkumham Yasonna Laoly, mencabut SK obyek sengketa. "Dan membebankan tergugat dan tergugat intervensi biaya perkara sebesar Rp 348 ribu," tutur Teguh.
Kubu Aburizal Bakrie mengatakan putusan hakim tepat dan sesuai dengan gugatannya. Pengacara kubu Aburizal, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan kedua kubu harus mematuhi putusan majelis hakim. "Pengadilan sudah menyebutkan SK Menteri Hukum itu bertentangan dengan Undang-undang, karena itu dibatalkan," ujarnya.
INDRI MAULIDAR