TEMPO.CO , Yogyakarta: Dari hasil pertemuan 10 adik Sultan, yang kini bergelar Raja Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Bawono X di kediaman Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto, termasuk dengan enam adik Sultan dari Jakarta pada 7 Mei 2015 lalu, adik-adik Sultan pun merumuskan sikap.
Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat pun memberikan bocoran.
“Sabda Raja dan Dhawuh Raja itu cacat hukum dan batal demi hukum, karena melanggar paugeran dan hukum positif,” kata Yudhaningrat saat ditemui di kediamannya di Ndalem Yudanegaran Yogyakarta, Sabtu, 9 Mei 2015.
Adik-adik Sultan akan terus berupaya untuk menyadarkan langkah Sultan yang mereka nilai salah. Salah satunya adalah meminta Sultan mencabut Sabda Raja dan Dhawuh Raja.
“Kalau kami diminta untuk menggunakan hati, kami minta Pak Bawono menggunakan hati nurani yang terdalam,” kata Yudhaningrat.
Dalam Sabda Raja yang diucapkan pada 30 April 2015 terjadi perubahan nama dan gelar Sultan sekaligus Gubernur DIY, yakni dari Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ing Mataram Senopati ing Ngalaga Langgenging Bawono Langgeng Langgenging Tata Panatagama.
Pasal 18 ayat 1 huruf c UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY menyebutkan bahwa syarat menjadi Gubernur DIY adalah bertahkta sebagai Sultan Hamengku Buwono.
Kemudian pada Pasal 1 ayat 4 disebutkan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, selanjutnya disebut Kasultanan, adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan dipimpin oleh Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah, selanjutnya disebut Sultan Hamengku Buwono.
PITO AGUSTIN RUDIANA