TEMPO.CO , Jakarta: Mayoritas publik menilai kinerja pemerintahan Jokowi masih buruk. Sebanyak 65,6 persen publik mengatakan tidak puas dengan performa Kabinet Kerja. Hanya 31,3 persen yang mengatakan puas dengan kerja pemerintahan.
Hal ini terlihat dari hasil sigi evaluasi enam bulam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang digelar Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI). Lembaga ini menyaring pendapat dari 450 orang responden di Jabodetabek selama 24-30 April 2015.
Kementerian Bidang Perekonomian berada di tingkat paling bawah; hanya mendapatkan 26,4 persen kepuasan publik. Disusul Kementerian Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sebesar 31,6 persen.
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan kinerja tim ekonomi Jokowi memang paling terasa dampaknya. Buktinya, 57,1 persen publik mengatakan persoalan harga kebutuhan pokok yang mahal menjadi persoalan yang paling nyata saat ini.
"Sementara 20,2 persen mengatakan persoalan harga BBM yang mahal jadi keluhan utama," kata Hendri, Minggu, 10 Mei 2015.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan naik turunnya harga BBM menjadi akar permasalahan rendahnya kepuasan publik. Masalahnya, harga BBM yang turun tapi tidak menyebabkan harga barang pokok ikut turun. "Jadi ketika harga BBM naik lagi, harga pangan ikut naik lagi. Ini PR tim ekonomi yang harus dibereskan," kata Agus.
Dalam survei yang sama, mayoritas publik juga tidak setuju dengan beberapa kebijakan strategis ekonomi Jokowi-JK, antara lain kebijakan impor beras (78,9 persen publik tidak setuju), kenaikan tarif dasar listrik (90,9 persen publik tidak setuju), dan kenaikan harga gas (92 persen publik tidak setuju).
Sementara kinerja Kementerian Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan diukur dengan tidak puasnya publik terhadap reformasi sistem dan penegakan hukum. Sebanyak 62,2 persen publik tidak puas dengan pencapaian salah satu program nawa cita itu.
"Menteri di bidang ini memang lebih banyak diisi dari kader partai, sehingga berpengaruh banyak dalam kebijakan yang diambil," kata Agus. "Contohnya ketika menteri menyikapi kisruh Budi Gunawan dulu."
INDRI MAULIDAR