TEMPO.CO, Jakarta - Penolakan terhadap eksekusi mati terpidana narkoba Mary Jane Fiesta Veloso mendapat dukungan besar di dunia maya. Saat ini petisi online gerakan penolakan ini di Change.org telah didukung 169 ribu penanda tangan dari 127 negara.
"Kami percaya Mary Jane adalah korban perdagangan manusia, yang tidak mengetahui bahwa dia sedang membawa narkoba," ujar inisiator petisi, Church Response Filipina.
Petisi ini meminta Presiden Joko Widodo mengampuni Mary Jane. Presiden Filipina Benigno Aquino juga diharapkan membantu pengampunan melalui jalur diplomasi.
Tuntutan pengampunan Mary Jane juga mengemuka di Tanah Air melalui petisi online di laman Indonesia situs yang sama. Inisiator petisi, Ruli Manurung, menganggap pemidanaan Mary Jane tidak berdasar karena ibu dua anak asal Filipina itu tidak mengetahui isi koper yang dibawanya saat ditangkap di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta.
Saat diinterogasi, Mary Jane pun tidak mendapat hak mengungkapkan pengakuannya karena tidak didampingi penerjemah. Mary Jane dia tidak bisa berbahasa Indonesia dan tidak lancar berbahasa Inggris.
"Saya menginginkan hukum yang cerdas dan hati-hati dalam membedakan mana korban dan mana pelaku kriminal," kata Ruli melalui petisinya di laman Change.org.
Mary Jane dulu bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Dubai. Dia memutuskan keluar dari Dubai melalui agen pekerja asing Filipina lantaran mendapat ancaman dari majikannya jika tetap berada di negeri itu.
Kini, Maria Kristina Sergio, pegawai agen pekerja asing itu, sudah mengaku bahwa dialah yang meminta Mary Jane datang ke Indonesia. Maria menyerahkan diri bersama suaminya ke kepolisian Kota Cabanatuan. Sambil menangis, Maria bersaksi bahwa dialah yang merekrut Mary Jane dan menyatakan terpidana mati tersebut tidak bersalah.
Mary Jane dipidana karena kedapatan membawa heroin seberat 2,6 kilogram ke Indonesia pada 25 April 2010. Waktu pelaksanaan eksekusi sampai sekarang belum disampaikan oleh Kejaksaan Agung.
ROBBY IRFANY