TEMPO.CO , Mojokerto : Pabrik pembuatan pupuk nonsubsidi CV Cipto Langgeng di Dusun Bedagas, Desa Tunggalpager, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, diduga melakukan kecurangan dengan mengemas ulang pupuk subsidi menjadi pupuk nonsubsidi dan menjual kembali ke pasaran.
Istilah "kemas ulang karung" atau sak pupuk tersebut sering diistilahkan "open sack" atau "membuka karung". Bekas sopir pengangkut pupuk produksi CV Cipto Langgeng mengungkapkan modus yang sudah berjalan bertahun-tahun tersebut, tapi tak disentuh aparat kepolisian.
Baca Juga:
"Modusnya, mereka beli pupuk urea bersubsidi dari kios-kios kecil, lalu dikemas ulang menjadi pupuk nonsubsidi," kata sumber ini pada wartawan, Senin, 16 Maret 2015.
Pupuk urea bersubsidi produksi PT Petrokimia Gresik tersebut dibeli dari kios-kios di wilayah timur Jawa Timur, mulai Banyuwangi hingga Pasuruan. Namun, ada sumber lain yang menyebut pupuk itu juga didapat dari kios-kios di Jawa Tengah.
"Tak sampai sehari, pupuk urea bersubsidi warna pink itu langsung dicuci di pabrik agar warnanya jadi putih seperti warna pupuk nonsubsidi," katanya.
Sesuai peraturan Menteri Pertanian, warna pupuk bersubsidi harus berwarna pink atau merah muda dan pupuk nonsubsidi berwarna putih. Dalam sehari, menurutnya, pabrik bisa mengubah dan mengemas puluhan ton pupuk bersubsidi jadi nonsubsidi.
Setelah selesai diubah warnanya, pupuk itu lalu dikemas ulang dengan label pupuk nonsubsidi. Di pabrik setempat, menurutnya, sudah tersedia karung kemasan tiruan pupuk nonsubsidi produksi BUMN. "Bungkusnya terlihat sama persis, tapi kalau petani jeli, mereka tahu jika pupuk ini hasil open sack, sebab kualitas jahitan dan warna gambar berbeda dari kemasan asli," ujarnya.
Pupuk abal-abal itu lalu dipasarkan ke berbagai daerah, termasuk Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan, menurut sumber ini, pengiriman pupuk, "Selalu dikawal petugas," katanya.
Dengan cara ini produsen jelas akan untung besar.
Tak cuma itu, pabrik setempat juga memainkan kadar kandungan hara dalam pupuk NPK, sebagaimana temuan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP) Kabupaten Mojokerto. Pupuk NPK merek Jati Wangi produksi CV Cipto Langgeng terbukti tak memenuhi standar baku mutu dan tak sesuai komposisi yang tertera dalam kemasan.
Dalam kemasan tertera kompossisi kandungan nitrogen (N) 15 persen, fosfor (P) 15 persen, dan kalium (K) 15 persen. Namun, uji laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur di Malang menunjukkan unsur N hanya 0,29 persen, P 1,82 persen, dan K 0,16 persen.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto Suliestyawati mengaku belum menemukan bukti modus kemas ulang pupuk bersubsidi jadi nonsubsidi yang diduga dilakukan CV Cipto Langgeng. "Kami belum menemukan," katanya.
Dalam penyelidikan di pabrik setempat sebanyak dua kali pada 27 Februari dan 12 Maret 2015, tim KPPP menemukan sejumlah barang, termasuk pupuk urea nonsubsidi produksi PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) dan PT Pupuk Kaltim.
"Urea nonsubsidi ini untuk bahan pembuatan pupuk NPK, yakni diambil unsur nitrogennya," kata Suliestyawati.
Tim KPPP dan kepolisian telah menghentikan aktivitas pabrik setempat karena tak mengantongi sejumlah izin dan tak memenuhi standar baku mutu kualitas pupuk NPK.
Direktur CV Cipto Langgeng Sulton Nawawi membantah pihaknya curang mengemas ulang pupuk subsidi jadi nonsubsidi. "Produk kami, ya, pupuk NPK Jati Wangi itu. Tidak ada yang diubah," katanya saat inspeksi mendadak tim KPPP pada 12 Maret 2015.
Soal sejumlah izin yang belum dikantongi, pengusaha muda ini berdalih sudah berusaha melengkapi izin tapi dipersulit. "Kami heran kok susah banget (mengurus izin)," ujarnya.
Berdasarkan penyelidikan tim KPPP, CV Cipto Langgeng tak memenuhi sejumlah persyaratan, baik aspek pendirian tempat usaha, kualitas produksi hingga pemasaran barang. Perusahaan itu belum memiliki Izin Usaha Industri (IUI), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Tanda Daftar Gudang (TDG), sertifikat SNI untuk NPK padat, tanda daftar/sertifikat merek Jati Wangi, Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang, dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Izin Gangguan (HO).
Pupuk NPK merek Jati Wangi juga belum mengantongi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI), padahal sudah diperjualbelikan di pasaran. "Semua bermata rantai dan setelah semua izin terpenuhi maka akan muncul SNI," kata Sulton berdalih.
ISHOMUDDIN