TEMPO.CO, Semarang - Pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hermawan Sulistyo, mulai melakukan penggalangan dukungan untuk menolak masuknya RUU Keamanan Nasional dalam program legislasi nasional 2015 yang ditetapkan DPR. Hermawan melakukan roadshow ke beberapa daerah.
Pada Selasa petang, 9 Maret 2015 bertempat di Hotel Pandanaran Semarang, Hermawan Sulistyo menggelar diskusi bersama Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah bertema: Tinjauan Kritis RUU Keamanan Nasional."RUU ini membahayakan. Lebih baik dibuang ke tempat sampah," kata Hermawan Sulistyo dalam diskusi tersebut.
Hermawan menilai dengan RUU ini maka situasi dan kondisi negara akan kembali seperti di zaman orde baru. Tentara sangat kuat. Selain itu, ada poin berkurangnya kewenangan Polri dalam menjaga keamanan, dan diserahkannya sebagian kewenangan itu ke tentara. "Akibatnya, pada reformasi 1998 TNI-Pori dipisahkan akan jadi percuma," kata Hermawan.
Menurut Hermawan, melalui RUU ini Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan mengambil beberapa kewenangan yang selama ini menjadi tugas Kepolisian Republik Indonesia (Polri). "Polair yang bertugas menjaga di laut bisa dibubarkan diganti dengan TNI," kata Hermawan. Bahkan, melalui RUU Keamanan Nasional ini TNI bisa diberi kewenangan untuk melakukan penyadapan.
Padahal, kata dia, proses pendidikan anggota TNI dan Polri sangat berbeda. Selama ini, TNI tidak dididik mengetahui detail tentang KUHP dan dasar-dasar forensik yang menjadi kunci dalam mengusut sebuah kasus.
Menurut Hermawan banyak pasal-pasal di RUU Keamanan Nasional yang multitafsir sehingga menjadi tidak jelas. Selain itu, pasal-pasal itu juga berpotensi untuk disalahgunakan oleh kekuasaan. Hermawan mencontohkan perdebatan di DPR yang dianggap memberi ancaman keamanan nasional maka itu bisa dibubarkan.
Hermawan juga heran drat RUU Keamanan Nasional yang beberapa tahun lalu sudah menuai polemik kini justru akan dibahas lagi. "Katanya ada perubahan isi tapi ternyata tidak ada perubahan sama sekali," kata Hermawan.
RUU Keamanan Nasional sudah muncul beberapa tahun lalu. Pada 2010, pembuatan draft RUU Keamanan Nasional sudah disepakati dan diparaf oleh wakil lintas instansi, terutama TNI dan Polri. Pada 23 Mei 2011 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sudah mengajukan RUU tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah RI. Tapi, RUU ini selalu menuai polemik.
Hermawan mengaku masih menunggu sikap resmi PDIP yang kini tidak lagi menjadi partai oposisi. Kata Hermawan, saat RUU Keamanan Nasional diajukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, fraksi PDIP di DPR menolak RUU ini. Tapi, kini Presiden RI Joko Widodo yang diusung PDIP justru mengajukan RUU ini lagi ke DPR sehingga RUU Kamnas ini bisa menjadi salah satu program legislasi nasional. "Kita tunggu saja bagaimana sikap Jokowi-nya," kata Hermawan.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Hasyim Asy'ari menengarai adanya penguatan TNI. Ia mencontohkan, meski ada forum kajian kritis atas RUU Keamanan Nasional tapi pada hari yang sama Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memberikan kuliah umum saat ada pelantikan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang bertema "Peran Pemuda Dalam Menghadapi Proxy War." "Tentara sudah bergerak ke jantung gerakan mahasiswa," katanya.
Beberapa waktu lalu, kata Hasyim, aparat TNI juga menggerebek adanya pupuk oplosan di beberapa daerah, seperti di Demak.
Hasyim meminta agar pembahasan RUU ini dilakukan secara partisipatif agar sesuai dengan keinginan publik.
ROFIUDDIN