Sekian lama menghilang, nama Robert muncul lagi tiga tahun setelah dia diperiksa Bareskrim. Momen itu terjadi ketika Robert mengakui perusahannya menang tender di Korps Lalu Lintas Polri. Kepada Tempo yang menghubunginya, Robert mengatakan perusahaannya menggarap proyek BPKP, STNK, dan SIM di Korlantas Polri. Namun ia mengaku tidak ingat waktu pastinya. “Tanya ke direktur saja,” kata Robert, Kamis, 20 Juni 2013.
Keterlibatan Robert dan PT Jasuindo dalam proyek STNK di Korlantas dikuatkan oleh fasilitas bank garansi seperti yang tercantum dalam laporan keuangan milik PT Jasuindo per 31 Desember 2013. Laporan keuangan ini diteken langsung oleh Robert sebagai komisaris utama perusahaan sekitar April 2014. Fasilitas bank garansi ini sudah diaktakan oleh Isy Karimah Syakir, notaris yang beracara di di Surabaya, Jawa Timur.
Berdasarkan pada akta perjanjian nomor CRO.SBY/0595/NCL/2013 akta nomor 2 Tanggal 1 Oktober 2013, fasilitas bank garansi itu diberikan PT Bank Mandiri kepada PT Jasuindo dengan plafon Rp 102 miliar terhitung mulai 1 Okotber 2013 hingga 31 Maret 2014. “Tujuan penggunaan ini untuk jaminan uang muka, pelaksanaan, pemeliharaan, dan jaminan lainnya untuk proyek STNK dan BPKB-Korlantas Polri,” kata laporan keuangan itu.
Terkait proyek Robert dengan Korlantas, juru bicara Mabes Polri, Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie, belum dapat dimintai tanggapan. Telepon dan pesan pendek yang dikirimkan kepadanya belum juga berbalas. Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Condro Kirono pun belum mengangkat telepon selulernya.
Razman Arif Nasution, pengacara Budi Gunawan, mengaku tak mengenal Robert. Ia meminta soal bisnis jangan dikaitkan dengan masalah hukum. Lagipula, penetapan tersangka kliennya itu telah dinyatakan tidak sah oleh hakim praperadilan. "Semua yang terkait sangkaan pada Budi Gunawan telah batal demi hukum dan dianggap tak ada," kata dia.
Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada Robert terkait sisa pinjaman Herviano, dan keterlibatan dirinya di proyek Korlantas. Namun, dua telepon selulernya tak bisa dihubungi. Ketika dihubungi nomor telepon kantornya di Jalan Raya Betro Nomor 21, Sidoarjo, Asisten Sekretaris Perusahaan yang mengaku bernama Evania meminta Tempo mengirimkan pertanyaan lewat Email. Pertanyaan sudah dikirimkan, tapi belum berbalas.
Upaya konfirmasi juga dilakukan dengan mendatangi kediaman Robert di Permata Hijau Blok X, RT 02/RW 02/, Jakarta, Selasa, 17 Februari 2015. Rumah tingkat dua bercat abu-abu itu terlihat sepi. Pagar warna biru setinggi 1,5 meter tertutup rapat. Begitu pula dengan garasi dan pintu depan yang masih dihiasi lonceng perayaan Natal. Bel dipencet hingga 10 kali, pintu tak kunjung dibuka. Hanya alunan musik samar-samar terdengar dari dalam rumah.
Jalanan kompleks yang dipenuhi rumah mewah itu juga senyap, tak ada orang yang lewat. Pintu rumah lainnya pun tertutup rapat. Setengah jam menunggu, seorang wanita muda berkaos kuning keluar dari rumah di seberang rumah Robert. Ia membenarkan rumah nomor X-C milik Robert. “Benar, rumah Pak Robert. Biasanya selalu ada yang jaga,” kata wanita yang enggan menyebutkan nama namun mengaku sebagai pembantu rumah tangga.
Saat Tempo tengah berbincang dengan wanita itu, muncul tanda-tanda kehidupan di rumah Robert. Suara kunci dibuka terdengar. Seorang pria muda berkaos hitam dan bercelana pendek tergopoh-gopoh keluar dari rumah. Dia mendekati pagar. Dewa, begitu dia memperkenalkan namanya. Menurut Dewa, Robert tak lagi tinggal di rumah itu. “Sudah empat tahun tidak tinggal di sini. Saya yang disuruh jaga,” kata Dewa.
Kepala RT 02/RW02, Manhal Junaedi, menjelaskan, Robert sudah hampir lima tahun tak lagi tinggal di alamatnya. Kartu keluarga Robert masih disimpan Manhal. “Tapi mereka sudah pindah. Waktu pindah juga tidak lapor,” kata Manhal, yang mengaku warga asli dan menjadi Ketua RT sekitar 15 tahun. Saat baru pindah, Robert melaporkan kedatangannya pada Manhal. Sejak saat itu, Robert tak pernah datang lagi melapor kepada Manhal.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | BC