Herviano baru menginvestasikan pinjamannya ke beraneka investasi lima bulan setelah akad diteken. Total investasi yang dikucurkan Herviano sejak Januari 2006-Juni 2008 mencapai Rp 35,68 miliar, yang terdiri atas pembelian surat berharga Rp 8 miliar, modal hotel The Palais Dago Rp 17,68 miliar, dan tambang timah Rp 10 miliar. Pengucuran modal terakhir untuk The Palais pada 6 Juni 2008, sebulan sebelum kerja sama dengan Pacific Blue berakhir.
Dokumen itu juga menyebutkan, Herviano tercatat melakukan 31 transaksi penarikan di sejumlah rekening BCA miliknya dan Budi Gunawan sejak Januari 2006 hingga Juni 2008 untuk pembayaran utang pokok dan bunga pinjaman dengan total Rp 28,5 miliar. Meski Herviano sudah menyicil pinjamannya, dokumen pemeriksaan Bareskrim tidak menyebutkan ke rekening siapa atau kepada siapa cicilan pokok dan bunga pinjaman dibayarkan.
Pun, cicilan sebesar Rp 28,5 miliar itu belum menutupi total kredit Rp 57 miliar yang dikucurkan Pacific Blue sehingga masih tersisa pinjaman pokok Rp 28,5 miliar plus bunga yang belum disetorkan oleh Herviano. Sejak hasil pemeriksaan rekening milik Budi dilaporkan pada 18 Juni 2010 hingga tersebarnya dokumen itu di DPR pada 14 Januari 2015, Tim Bareskrim belum menjelaskan status sisa pinjaman Rp 28,5 miliar milik Herviano.
Saat uji kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan Rakyat pada 14 Januari 2015, Budi Gunawan mengatakan ia sudah transparan dalam melaporkan harta dan cara memperolehnya. Budi Gunawan mengutip laporan penyelidikan Badan Reserse Kriminal Polri, yang menyatakan baha transaksi di dalam rekening-rekeningnya wajar dan legal. “Tak ada yang ditutupi atau direkayasa,” kata Budi Gunawan.
Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan Budi sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan suap selama ia menjabat Kepala Biro Pengembangan Karir dan jabatan-jabatan lainnya di Mabes Polri selama 2006-2010 pada 13 Januari 2015. Belakangan penetapan tersangka ini sudah dimentahkan oleh hakim praperadilan pada Senin, 16 Februari 2015, setelah Budi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelum status tersangka terhadap Budi dibatalkan, KPK sudah mencurigai aliran transaksi janggal terkait kasus yang menjerat Budi. Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, menyatakan pihaknya sudah memblokir aset milik Budi, terutama rekening di beberapa bank. Penyidik sudah mengetahui jumlah uang dan di bank mana saja Budi menyimpan duitnya. "Penyidik sudah menyita real time gross settlement (bukti transaksi).”
Tempo berupaya meminta tanggapan David Koh, yang menurut dokumen Bareskrim berkantor di Level 2, The Public Trust Building, Moray Place, Dunedin, Selandia Baru. Ketika dihubungi, nomor kantornya tidak aktif. Laman Opencorporates.org menyebutkan, perusahaan yang berdiri pada 29 Juni 1999 itu tidak beroperasi lagi sejak 25 Februari 2013. Laman Opencorporates hanya menyebut David smenjabat direktur sejak 23 Mei 2010.
Jejak Robert pun seperti terhapus sejak ia diperiksa Bareskrim pada Mei 2010. Dalam dokumen pemeriksaan Bareskrim, penyidik tidak menjelaskan bentuk tanggung jawab Robert sebagai penjamin kredit meski Herviano belum melunasi cicilan kepada Pacific Blue. Dokumen pemeriksaan hanya menjelaskan bahwa pria kelahiran 13 Januari 1963 itu hanya berprofesi sebagai wiraswasta tanpa rincian bidang usahanya.
Penelusuran Tempo menemukan bahwa Robert ternyata menjabat Komisaris Utama PT Jasuindo Tiga Perkasa. Perusahaan ini bergerak di bidang percetakan dokumen keamanan yang berdomisili di Sidoarjo, Jawa Timur. Nama Robert sebagai komisaris utama, yang juga merangkap komisaris independen, muncul berkali-kali dalam setiap laporan keuangan tahunan PT Jasuindo sejak 2010 hingga 2014.