TEMPO.CO, Surabaya -Temuan alat kontrasepsi yang dikemas sepaket dengan coklat pada perayaan Valentine di sejumlah minimarket di Surabaya mendapat reaksi keras dari Pemerintah Kota Surabaya. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surabaya langsung menerbitkan surat edaran untuk membatasi penjualan alat kontrasepsi itu. Surat edaran itu ditujukan kepada pengelola toko swalayan.
"Alat kontrasepsi seharusnya tidak dipajang secara kasat mata dan mudah dijangkau siapa pun," kata Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Surabaya Widodo Suryantoro kepada media di Kantor Humas Pemerintah Kota Surabaya, Selasa 17 Februari 2015. Langkah ini untuk menjaga anak-anak sebagai generasi penerus, menjunjung tinggi nilai luhur budaya Indonesia, sekaligus meminimalisir dampak negatif penyalahgunaan alat kontrasepsi.
Menurut Widodo, ada aturan yang harus diperhatikan pengelola minimarket, seperti tertuang dalam surat edaran. Toko swalayan tidak menjual alat kontrasepsi seperti kondom dalam bentuk paket dengan barang lainnya tanpa izin pemilik produk. Selain itu, alat kontrasepsi dipajang di rak tertutup atau tidak mudah dijangkau pembeli dan dilayani langsung oleh penjaga toko atau oleh petugas kasir.
“Minimarket seharusnya juga tidak melayani pembelian yang dilakukan anak-anak yang belum dewasa (belum genap berusia 21 tahun) atau belum pernah menikah.” Meski Valentine sudah lewat, kata Widodo, surat edaran itu tetap berlaku. Tidak hanya momen Valentine, tapi juga sebagai upaya mengantisipasi momen lain, seperti tahun baru.
“Waktu Valentine kemarin memang mencolok." Pada perayaan Hari Valentine lalu, tim Pemkot Surabaya yang terdiri dari personel Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Satpol PP Kota Surabaya dan Dinas Pendidikan Kota Surabaya menyisir 25 minimarket. Tim menemukan produk paket Valentine yang berisi coklat, alat kontrasepsi atau kondom dan alat tes kehamilan yang siapa saja bisa dengan mudah membelinya. Beberapa minimarket yang didapati menjual paket Valentine itu di antaranya minimarket (Indomaret) di kawasan Klakahrejo, minimarket (Alfamart) di kawasan Semolowaru Utara, juga minimarket (Alfamidi) di kawasan Dukuh Kupang.
Menurut Widodo, penjualan itu ternyata kebijakan lokal, bukan dari pihak franchise. Konfirmasi pihak franchise mengatakan barang seperti itu seharusnya dijual di outlet tersendiri, terkunci dan diambilkan petugas.
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya sudah melakukan sosialisasi surat edaran itu ke pihak pengelola toko swalayaan dan minimarket. Karenanya, bila masih ada minimarket yang abai, sanksi tegas akan diberikan. Sanksi awal bisa berupa penarikan produk. Widodo juga menggandeng Dinas Pendidikan Kota Surabaya guna memberikan pemahaman tentang seks kepada anak-anak muda agar tidak salah langkah.
AGITA SUKMA LISTYANTI