TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Majelis Mujahidin Indonesia, Irfan S. Awwas, menolak berdiri saat menyanyikan lagu Indonesia Raya. Irfan mengatakan tidak ada satu pun aturan yang mengharuskan seseorang harus berdiri ketika menyanyikan lagu kebangsaan. "Yang berdiri menyanyikan Indonesia Raya adalah pengkhianat. Itu yang membuat Indonesia rusak," kata Irfan di Yogyakarta, Rabu 11 Februari 2015 .
Kejadian itu muncul saat penutupan Kongres Umat Islam VI. Acara penutupan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo. Sebelum Ketua Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, dan Presiden Jokowi memberikan sambutan, protokol mengajak peserta dan pengunjung menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Sementara semua hadirin berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan, Irfan yang berjaket hitam bergeming dari kursinya. Ia duduk di barisan ketujuh dari depan dan di kursi kesebelas dari sisi kiri. Ia mengatakan, posisi duduk saat menyanyikan lagu kebangsaan lebih baik dibanding berdiri. "Sunahnya duduk," katanya kepada Tempo. "Berdiri saat menyanyikan lagu Indonesia Raya sikap yang dibuat-buat."
Tak hanya menolak berdiri saat menyanyikan lagu kebangsaan, Irfan pun sempat memprotes pencantuman Pancasila sebagai dasar negara dalam Risalah Yogyakarta. Ia menuntut dasar tersebut diganti dengan dasar Ketuhanan yang Maha Esa. Risalah Yogyakarta berisi beberapa rekomendasi bagi pemerintah serta berbagai komponen umat Islam dalam mengurai tantangan ekonomi, politik, serta budaya bangsa.
Ada tujuh butir rekomendasi yang tertuang dalam "Risalah Yogyakata", antara lain, menyerukan seluruh komponen umat Islam Indonesia untuk bersatu padu, merapatkan barisan dan mengembangkan kerja sama serta kemitraan strategis untuk membangun dan melakukan penguatan politik, ekonomi, dan sosial budaya umat Islam Indonesia yang berkeadilan dan berperadaban.
Kedua, menyerukan kepada penyelenggara negara dan kekuatan politik nasional untuk mengembangkan praktik politik yang ber-akhlaqul karimah dengan meninggalkan praktik politik yang menghalalkan segala cara, dengan menjadikan politik sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan kedamaian bangsa.
Ketiga, menyerukan penyelenggara negara untuk berpihak kepada masyarakat yang berada di lapisan bawah dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berorientasi kepada pemerintaan dan keadilan, serta mendukung pengembangan ekonomi berbasis syariah, baik keuangan maupun sektor riil dan menata ulang penguasaan negara atas sumber daya alam.
ANANG ZAKARIA