TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menyebut Komisaris Jenderal Budi Gunawan memakai "jurus mabuk" saat menghadapi Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Denny, cara Budi menghadapi KPK itu harus ditolak dengan tegas.
Akibat pernyataannya itu, Denny dilaporkan oleh Pembela Kesatuan Tanah Air, Rabu, 4 Februari 2015, karena dinilai mencemarkan nama baik Budi. "Ini konsekuensi perjuangan karena membela KPK yang diserang balik setelah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka," kata Denny dalam pesan yang diterima Tempo, Kamis, 5 Januari 2015.
Denny malah merasa terhormat lantaran ikut dilaporkan ke polisi. "Saya merasa terhormat, disejajarkan dengan para pimpinan KPK yang satu demi satu dilaporkan ke polisi karena menjadikan Budi Gunawan tersangka atas kepemilikan rekening gendut," katanya.
Budi adalah calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang diajukan Presiden Joko Widodo. KPK menetapkannya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi. Budi lalu mengajukan gugatan praperadilan atas keputusan yang dikeluarkan KPK tersebut. Sikap inilah yang disebut Denny sebagai "jurus mabuk".
Menurut Denny, istilah tersebut adalah sebuah kiasan dan analogi atas sikap tidak normal yang dipilih Budi. Sikap Budi itu, kata Denny, harus ditolak dengan tegas. "Karena memberikan contoh buruk dan bisa merusak tatanan hukum acara pidana."
Denny menambahkan, dia tidak hanya membela KPK. "Saya juga membela Polri dari digunakan dan ditarik-tarik ke dalam perkara pribadi sangkaan korupsi Budi Gunawan," ujarnya.
Denny menyayangkan jika penolakan terhadap "jurus mabuk" Budi justru dikriminalkan. Menurut Denny, pelaporan itu adalah pemasungan terhadap kebebasan berpendapat. "Pembungkaman dengan cara otoriter seperti ini tidak dapat ditoleransi, dan harus dilawan," katanya.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA