TEMPO.CO, Tegal - Meski alat tangkap ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) telah dinyatakan terlarang, sebagian nelayan Tegal masih tetap melaut dengan kapal cantrang dogol atau pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
"Selama izinnya belum habis, kapal cantrang dogol masih boleh melaut," kata Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) Eko Susanto pada Jumat, 30 Januari 2015. (Baca: Susi: 4 Kapal Pencuri Ikan Sembunyi di Taiwan)
Pernyataan Eko merujuk pada Pasal 6 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela dan Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Pasal tersebut menyatakan surat izin penangkapan ikan (SIPI) dengan pukat hela dan tarik yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 masih tetap berlaku hingga habis masanya. Sebagai penangkap ikan demersal (berhabitat di dasar perairan), masa berlaku SIPI nelayan Tegal hanya satu tahun.
Akibatnya, ratusan kapal di Tegal tidak akan bisa melaut lagi karena masa berlaku SIPI-nya habis pada 2015. "Sudah ada sekitar 20 kapal cantrang yang sudah habis izinnya dan tidak bisa diperpanjang. Nelayan menganggur, kapalnya mangkrak," kata Eko. (Baca: Efek Moratorium, Ikan di Perairan Sorong Melimpah)
Sayangnya, peraturan terbaru dari Menteri Susi Pudjiastuti itu tidak mencantumkan alat tangkap ikan yang direkomendasikan. Walhasil, para nelayan Tegal kini kebingungan ketika hendak mengganti alat tangkapnya.
Selain cantrang dogol, sebagian kapal nelayan Tegal juga menggunakan alat tangkap purse seine (pukat cincin). Harga satu unit purse seine mencapai Rp 500 juta. Sedangkan cantrang dogol hanya sekitar Rp 20 juta.
Di samping membutuhkan biaya besar, pemasangan purse seine juga belum tentu aman dari larangan Menteri Susi yang akan datang. "Karena semua alat tangkap jaring itu pada prinsipnya tidak ramah lingkungan, termasuk purse seine," kata Eko.
Menurut juru kampanye laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah Nasution, Kementerian Kelautan dan Perikanan kini juga mengkaji wacana larangan penggunaan alat tangkap purse seine. "Karena cara kerja pukat itu menggaruk dasar laut sehingga bisa merusak ekosistem terumbu karang," kata Arifsyah saat dihubungi Tempo.
Pukat juga dilarang karena mata jaringnya yang rapat menangkap semua jenis ikan, termasuk ikan-ikan kecil yang bukan target nelayan. "Tapi peraturan menteri terbaru itu belum mengakomodasi alat tangkap alternatif lain yang tidak merusak lingkungan. Mestinya Menteri Susi segera membuka ruang dialog dengan nelayan," ujar Arifsyah. (Baca: Saran Greenpeace untuk Menteri Susi Pudjiastuti)
Sejumlah organisasi nelayan di Pantai Utara Jawa Tengah masih menunggu respons Menteri Susi ihwal tuntutan pencabutan Peraturan Nomor 2 Tahun 2015 yang disampaikan lewat unjuk rasa serentak pada Rabu lalu.
"Kalau sudah ada instruksi dari Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPP HNSI), kami siap ke Jakarta untuk aksi gabungan dari berbagai daerah," kata Eko.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HNSI Kabupaten Tegal Didi Casmudi membenarkan ihwal adanya rencana unjuk rasa HNSI dari berbagai daerah di Jakarta. "Kami yang di daerah tinggal menunggu kabar dari DPP," kata Didi.
Dia menambahkan, HNSI tidak memiliki dana untuk membiayai keberangkatan para nelayan di daerah untuk berunjuk rasa di Jakarta. "Silakan saja kalau para anak buah kapal asal Kabupaten Tegal mau ikut demo di Jakarta. Tapi biayanya ditanggung sendiri," ujar Didi.
DINDA LEO LISTY
Baca berita lainnya:
Ahok Digaet Mega, Giliran Jokowi Disokong Prabowo?
Dikecam Oegroseno, Kabareskrim: Sakitnya di Sini
KPK vs Polri, Indikasi Budi Waseso Dalangi Mangkir
Budi Waseso Jawab Tuduhan Kirim Telegram Mangkir