TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika merilis hasil riset mengenai musibah jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Dalam penelitian tersebut, tim dari BMKG menyatakan pesawat AirAsia jatuh setelah mengalami kerusakan mesin akibat pembekuan.
Riset tersebut berjudul "Kecelakaan AirAsia QZ8501, Analisis Meteorologis". Penelitian ini disusun oleh tim dari Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG dengan penulis Prof Edvin Aldrian, Ferdika Amsal, Jose Rizal, dan Kadarsah. (Baca: BMKG: Air Asia Terbang tanpa Bawa Laporan Cuaca)
Dalam riset ini, tim penulis menyimpulkan bahwa faktor pemicu terjadinya kecelakaan AirAsia QZ8501 adalah cuaca. Berdasarkan data yang tersedia di lokasi terakhir pesawat yang diterima BMKG, fenomena cuaca yang paling mungkin terjadi adalah icing atau pembekuan yang dapat merusak mesin pesawat.
Pada saat kejadian, kata tim BMKG, citra satelit IR mengungkapkan suhu puncak awan yang dilalui pesawat AirAsia -80 hingga -85 derajat Celcius. Di dalam awan itu ada butiran es. (Baca juga: Penyebab Jatuhnya Air Asia, Apa Kata KNKT)
Melalui citra satelit Vis, tim BMKG menyimpulkan bahwa ada awan konvektif di jalur penerbangan AirAsia QZ8501. "Hal tersebut juga menunjukkan bukti bahwa ada beberapa puncak awan yang menjulang tinggi pada jalur penerbangan yang dilewati," demikian kutipan hasil riset tersebut.
Namun tim BMKG menyatakan hasil riset itu hanya salah satu analisis kemungkinan penyebab insiden QZ8501 berdasarkan data meteorologis. "Bukan merupakan keputusan akhir tentang penyebab terjadinya insiden tersebut."
FERY F.
Berita Terpopuler
Bos Air Asia: Headline Media Malaysia Ngawur
Ribut Rute AirAsia, Menteri Jonan di Atas Angin?
Jonan Bekukan Rute AirAsia, Ada Tiga Keanehan