TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menjadi orang paling sibuk sejak partai beringin terpecah menjadi dua kubu, yakni Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Akbar berulang kali menjalin komunikasi dengan dua petinggi partai itu untuk mencari jalan tengah. (Baca: Agung Laksono Siap Bubarkan Presidium)
Perseteruan tersebut berawal dari sengketa penetapan jadwal Musyawarah Nasional Golkar ke-9 di Nusa Dua, Bali, pada Ahad, 30 November 2014 yang dianggap dipaksakan oleh Aburizal. Kubu Agung menolak keputusan itu dan menjadwalkan Munas tandingan pada Januari 2015.
Baca Juga:
"Awalnya saya menyarankan (pada Aburizal) kalau bisa (Munas) ditunda dan cari waktu lain yang kondusif," ujar Akbar yang dihubungi pada Ahad, 30 November 2014. Usul itu dilontarkan Akbar saat bertemu Ical dua hari lalu. Ical, kata Akbar, menerima usulan itu. (Baca: Akbar Tanjung Gagal Damaikan Ical dan Agung)
Akhirnya, pada 5 Desember 2014 disepakati sebagai jadwal Munas yang baru. Namun, Ical meminta usulan tersebut dibicarakan dulu dengan Dewan Pimpinan Pusat. Ternyata usulan itu mentah karena persiapan Munas di Bali, pada Ahad, 30 November 2014 dianggap sudah matang.
Akbar berujar setelah usul menunda tanggal Munas ditolak, Ical mengajukan usulan baru. "Sempat keluar dari mulut Ical, Munas tetap digelar pada 30 November namun agenda pemilihan ketua umum ditunda hingga bulan tertentu pada 2015," kata Akbar. Akbar menolak menyebut nama bulan yang diajukan Ical.