TEMPO.CO, Yogyakarta - Pembangunan hunian tetap bagi ribuan pengungsi lereng Gunung Merapi membuat rekor dan masuk MURI. Selain jumlah terbanyak, waktu pembangunan juga tercepat. Yang lebih menggembirakan, relokasi pengungsi dari lokasi bencana ke zona aman tanpa gejolak.
"Hunian tetap bagi pengungsi paling banyak dan paling cepat pembangunannya, kurang dari empat tahun. Ini penciptaan rekor baru di dunia," kata Paulus Pangka, perwakilan dari Museum Rekor Indonesia (MURI), di hunian tetap Pagerjurang, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Ahad 23 November 2014.
Baca Juga:
Rumah hunian tetap yang dibangun untuk warga yang terkena erupsi Merapi 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 2040 unit. Di Magelang Jawa Tengah sebanyak 476 unit. "Memindahkan ribuan keluarga ke tempat baru itu tidak mudah," kata Paulus.
Hunian tetap bagi para warga yang awalnya tinggal di kawasan rawan bencana juga dilengkapi dengan 312 titik kegiatan infrastruktur prasarana untuk kegiatan pengurang risiko bencana. Selain itu, juga dibangun sebanyak 1.145 titik infrastruktur dasar yang tersebar di Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang.
Menurut Adjar Prayudi, Direktur Penataan dan Lingkungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, membangun kembali daerah pascabencana tak mudah. Selain harus menyiapkan dana sangat besar, pelaksanaan rehabikitasi dan rekonstruksinya, juga memerlukan perencanaan dan perhitungan yang matang. Masyarakat juga dilibatkan secara penuh. "Kami memang kejam dalam melaksanakan pembangunan. Itu dibutuhkan supaya program pembangunan bisa tercapai seperti rencana," kata dia.
Ia menyontohkan, pendekatan relokasi pemukiman pascabencana atau relokasi untuk kebutuhan pembangunan seperti waduk, sudah sering dilakukan. Tetapi hal itu sering pula diwarnai konflik sosial antar sesama warga maupun dengan pemerintah. Seperti pembangunan waduk Kedungombo pada tahun 1980-an. Warga melawan dengan Gigih. Sehingga pembangunan tidak maksimal.
Penanganan paskaerupsi Merapi 2010 merupakan prestasi yang patut dihargai. Tidak lebih dari 4 tahun, sebanyak 2516 kepala keluarga telah direlokasi ke tempat aman dengan disiapkan hunian tetap san infrastruktur nya. "Prestasi ini patut dicatat sebagai kegiatan relokasi permukiman terbesar yang dilakukan melalui pendekatan partisipatif tanpa gejolak sosial," kata dia.
Setiap kepala keluarga yang direlokasi, mendapatkan bantuan Rp 30 juta untuk pembangunan rumah yang susah direncanakan oleh Rekompak, pelaksana pembangunan. Dana itu didapat dari berbagai sumber, dari negara maupun dari pendonor dari luar negeri.
MUH SYAIFULLAH