TEMPO.CO, Surabaya - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Jawa Timur, mencatat 99 anak telah menjadi korban pelecehan seksual mulai Januari hingga Oktober 2014. Jumlah tersebut meningkat dibanding 2013 lalu yang hanya 76 anak.
"Itu korban yang melapor. Yang enggak melapor masih sekarung, pasti banyak sekali," kata Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Suratmi kepada Tempo, Rabu, 29 Oktober 2014. (Baca lainnya: Dokter Takut Ungkap Kasus Pelecehan Anak)
Selain itu, jumlah anak korban kekerasan fisik juga meningkat dari 14 pada 2013 menjadi 20 anak tahun 2014. Peningkatan itu seiring dengan tingginya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Pada 2013, ada 132 kasus KDRT. Sedangkan hingga Oktober 2014, sudah ada 103 kasus kekerasan, baik fisik, psikis, maupun ekonomi.
Menurut Suratmi, peningkatan kasus kekerasan ataupun pelecehan seksual dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk gaya hidup. Sebagian besar anak menjadi korban pelecehan seksual lantaran tergiur ingin memiliki gadget canggih dengan cara pintas. "Mereka telah menjadi korban gaya hidup," ujarnya. (Baca: Pelecehan Anak TK, Sekolah Dinilai Kebobolan)
Perilaku pacaran yang cenderung mengarah ke pergaulan bebas juga menjadi pemicu kekerasan dan pelecehan seksual. Apalagi mereka bisa dengan mudah mengakses gambar-gambar porno. "Pacaran sekarang itu mindset-nya ke sana (pergaulan bebas)," tutur Suratmi.
Kasus kekerasan ataupun pelecehan seksual, menurut Suratmi, baru ketahuan jika si perempuan sudah hamil atau kepergok polisi. Padahal mereka rata-rata baru berusia muda, yakni 12-17 tahun. Sedangkan para pelakunya ada yang berusia muda hingga dewasa. "Kebanyakan korban dan pelaku masih SMP." (Baca: Perkosaan Anak Marak Terjadi di Bone)
Suratmi mengatakan pelecehan-pelecehan seksual yang menimpa anak-anak lebih banyak diawali dengan rayuan. Meski terkadang dilandasi suka sama suka, polisi tetap mengusut kasus tersebut.
Terutama jika pelaku pelecehan seksual itu berusia dewasa dengan anak sebagai korbannya. Biasanya, pelaku pelecehan seksual anak merupakan orang terdekat, baik keluarga, tetangga maupun teman. "Kalau pelakunya dewasa dan korbannya anak, seratus persen (kasusnya) dilanjutkan (secara hukum)," ujarnya. (Baca juga: Cegah Pencabulan Anak, Guru Diminta Tes Kejiwaan)
AGITA SUKMA LISTYANTI
Terpopuler:
Ahok Sayangkan Tiga 'Orang Baik' Tak Jadi Menteri
Tiga Pemicu Politikus DPR Gulingkan Meja
Susi Tolak Jadi Menteri Jokowi, jika...
Penghina Presiden di FB Ingin Sujud di Kaki Jokowi