TEMPO.CO, Jakarta - Dua warga Batang, Jawa Tengah, yakni Rodi dan Taryun, terbang ke Tokyo, Jepang, pekan lalu. Bukan untuk plesiran, tapi mau menemui orang-orang penting yang dianggap punya andil dalam megaproyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Proyek itu didirikan di Batang, tempat Rodi dan Taryun tinggal selama ini.
Didampingi juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Arif Fiyanto, dan Wanyu Nandang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Rodi dan Taryun menemui pihak Japan Bank for International Cooperation (JBIC). JBIC merupakan pemodal proyek PLTU Batang.
Tak hanya bertemu dengan JBIC, Rodi dan Taryun juga menjadwalkan pertemuan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Ekonomi Jepang serta dua perusahaan Jepang, yaitu Itochu dan J-Power, yang terlibat dalam poyek US$ senilai 4 miliar.
Dalam pertemuan, Roidi danTaryun menyuarakan penolakan mereka dan warga Batang atas kehadiran megaproyek PLTU. Roidi yang berasal dari Desa Kranggeneng dan Taryun dari Desa Ponowareng tak ingin kehadiran PLTU malah menyengsarakan hidup mereka.
Pertemuan yang dirancang sejak awal membuahkan hasil. "Cukup berhasil. Kami bisa langsung bertemu dan berbincag dengan beberapa perwakilan dari pemerintah Jepang," kata Arif saat dihubungi, Sabtu, 13 September 2014. "Mereka mendengar pendapat dan alasan penolakan dua warga Batang."
Roidi, seperti dituturkan Arif, mengharapkan pertemuan itu akan berlanjut dengan pembatalan pembangunan PLTU di Batang.
Kedatangan mereka ke Jepang atas undangan dari lembaga swadaya masyarakat asal Negeri Sakura bidang lingkungan yang tergabung dalam FoE Jepang, Jacses, Kikonet, dan Nindja (Network for Indonesia Democracy Japan). Mereka menilai Indonesia rentan terkena dampak perubahan iklim.
"Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Memaksakan pembangunan PLTU di Batang sama dengan mempercepat laju perubahan iklim di negara kepulauan itu," tutur Hozue Hatae, juru kampanye iklim dan pembangunan Jepang.
Jika terus dipaksakan, ujar Hozue Hatae, megaproyek ini menjadi simbol buruk hubungan kerja sama antara Indonesia dan Jepang.
REZA ADITYA
Baca juga:
Wagub untuk Ahok, Begini Kata Sutiyoso
Junta Thailand Perberat Hukuman Bagi Penghina Raja
Forum Film Bandung Bakal Umumkan Artis Terpuji
Slamet Meletus, Radius 4 Km Dilarang Beraktivitas