TEMPO.CO, Yogyakarta - Jaringan Perempuan Yogyakarta memprotes penggunaan bra sebagai simbol ketidaktegasan polisi mengusut kekerasan terhadap jurnalis. “Kami mendukung konten aksi itu, tapi kami menolak penggunaan atribut itu,” kata Anastasia Sukiratnasari, anggota JPY, pada Tempo, Ahad siang, 1 Juni 2014.
Puluhan wartawan menggelar demonstrasi di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta pada Jumat, 30 Mei 2014. Mereka mendesak polisi mengusut tuntas aksi kekerasan yang menimpa jurnalis Kompas TV, Michael Aryawan. Dalam demontrasi wartawan itu, Ibnu Taufik Juwariyanto, seorang jurnalis Tribun Jogja, berorasi dan melemparkan bra warna merah ke udara. “Kami keberatan dengan itu,” ujarnya Anastasia.
Menurut dia, penggunaan bra sebagai simbol ketidaktegasan polisi dalam mengusut kasus kekerasan terhadap jurnalis adalah tidak tepat. Ia menilai penggunaan pakaian dalam wanita itu sebagai bentuk sikap tak sensitif pada isu gender dan justru memperkuat persepsi perempuan adalah kelompok tak berdaya. “Sebaiknya (gunakan perangkat) yang lebih ramah terhadap perempuan,” tuturnya.
Ika Ayu, perwakilan JPY, mengatakan ikut terlibat dalam demonstrasi wartawan itu. Ia datang untuk mendukung penuntasan kasus itu dan melihat jalannya aksi. “Saya sudah konfirmasi pada Korlap, atribut (bra) itu bukan bagian dari rencana aksi,” katanya. Artinya, ia melanjutkan, penggunaan atribut bra dalam aksi itu merupakan inisiatif Taufik sendiri.
Ahad hari ini, JPY melayangkan surat keberatannya pada redaksi Tribun Jogja dan Taufik. Selain itu, surat tersebut juga dikirimkan ke sejumlah media lain di Yogyakarta. Dalam surat itu, JPY menilai penggunaan bra kian meneguhkan stereotype perempuan sebagai obyek olok-olok. “Kami juga keberatan dengan media yang memuat gambar itu,” tuturnya.
Sebagai seorang jurnalis, kata dia, Taufik semestinya menjalankan tugas dan fungsinya sebagai individu yang mampu memberikan perspektif lebih dalam menghargai kesetaraan dan keadilan gender. “Semoga peristiwa seperti itu tak terulang lagi,” dia berharap.
Taufik mengatakan belum membaca surat yang dikirimkan JPY. Namun ia mengatakan, sebelum mengeluarkan bra dalam demonstrasi itu, ia sudah menyampaikan permohonan maaf. “Tiga kali saya minta maaf,” katanya.
Ia mengatakan tak bermaksud melecehkan kaum perempuan. Pemilihan bra sebagai simbol ketidaktegasan polisi, ujar dia, adalah wujud dari rasa geram dalam pengusutan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tak pernah tuntas. “Di akhir aksi saya juga kembali sampaikan itu,” tuturnya. Jika saat ini masih ada kelompok masyarakat yang merasa keberatan, semisal JPY, menurut dia, ia sudah cukup menyampaikan permohonan maafnya.
Wakil Pemimpin Redaksi Tribun Jogja Setya Krisna Sumargo mengatakan hingga sore ini belum menerima surat keberatan JPY. “Sampai detik ini belum menerima tembusan (surat dari JPY),” katanya. Karena belum membaca dan memahami persoalan ini secara rinci, ia belum bisa memberikan komentarnya.
ANANG ZAKARIA
Berita utama
SBY Tak Hadiri Pemaparan Visi dan Misi Prabowo
Kampanyekan Prabowo, Rhoma Konser di 20 Tempat
Warga Sleman Bubarkan Ibadah Umat Kristen