TEMPO.CO, Atambua-- Modus para pelaku penyelundupan bahan bakar minyak bersubsidi di perbatasan Indonesia - Timor Leste cukup beragam. Kepala Sub-Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Pratama Atapupu, Sandyys Robianton Halungdaka, mengatakan para penyelundup rela memikul BBM selundupan melalui hutan-hutan di garis batas kedua negara.
"Mereka beli dulu di SPBU di Atambua menggunakan jerigen, lalu diangkut dengan motor ke wilayah perbatasan yang jauh dari pantauan pos resmi. Setalah ditimbun di sana, baru mereka kirim ke perbatasan Timor Leste dengan cara dipikul," kata Samdyys kepada Tempo di Atambua, Nusa Tenggara Timur, Jumat, 23 Mei 2014. (Baca: Di Pulau Masalembu, Premium Rp 25 Ribu per Liter)
Menurut Samdyys, kegiatan penyelundupan itu dilakukan hampir setiap hari di sepanjang batas wilayah dua negara. Biasanya, BBM diselundupkan pada pagi atau malam. "Kalau malam hari biasanya penyelundupan dilakukan melalui laut dengan menggunakan perahu sampan," ujarnya. "Kalau dipikul mereka gantian. Saat sudah di tapal batas, biasanya sudah ada orang Timor Leste yang menunggu."
BBM yang diselundupkan jumlahnya cukup beragam, antara lima sampai enam jerigen. Satu jerigen, kapasitas tampungnya mencapai 35 liter. "Tapi memang cukup intens dan kami kewalahan melakukan pengawasan karena fokus di border resmi. Infrastruktur dan personel kami tak memungkinkan melakukan pengawasan sampai tengah hutan atau laut," ujar dia. (Baca: Presiden Terpilih Punya PR Pangkas BBM)
KPPBC Tipe Pratama Atapupu mempunyai wilayah kerja dan wilayah pengawasan meliputi empat Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Malaka, dan Kabupaten Alor. Ada sembilan pos perbatasan yang sudah disepakati dengan negara Timor Leste, yaitu Kantor Bantu Bea Cukai Mota'ain, Metamauk, Wini, Napan, Kalabahi. Empat lainnya ada Pos Pengawasan Bea Cukai Turiskain, Builalo, Latutus, dan Haumeniana.
Namun dari sembilan kantor bantu dan pos pengawasan tersebut, baru empat yang aktif beroperasi yaitu Mota'ain, Metamauk, Wini, dan Napan. Seluruh pos tersebut hanya dijaga oleh 21 orang. Jarak tempuh dari pos bea cukai Motaain yang ada di perbatasan ujung utara dan Metamauk di ujung selatan saja mencapai 126 kilometer. "Kapal patroli kami saja rusak sudah lama," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA