TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen menilai peningkatan belanja iklan partai politik selama pemilihan umum tahun ini tak banyak berpengaruh terhadap kesejahteraan jurnalis. "Upah yang diterima jauh dari standar layak," kata Pengurus Divisi Serikat Pekerja Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Wahyudi Soeriaatmadja, ketika memberikan keterangan pers, Rabu, 30 April 2014.
Wahyudi menjelaskan, belanja iklan nasional tahun ini diperkirakan naik 20 persen menjadi Rp 140 triliun. Kenaikan itu banyak dipengaruhi oleh iklan partai politik menjelang pemilihan umum. Data mutakhir menyebut sedikitnya ada Rp 340 miliar dana yang diserap oleh sejumlah stasiun televisi. Jumlah itu belum termasuk belanja iklan di media cetak dan radio.
"Namun, apakah rezeki pemilu itu berpengaruh terhadap kesejahteraan para pekerja media? Ternyata tidak. Media-media nasional masih pelit mengucurkan dana untuk kesejahteraan pekerja media. Kebanyakan media di Indonesia hanya mengalokasikan tidak lebih dari 30 persen dari total pendapatan perusahaan untuk menggaji para pekerjanya," ujar Wahyudi.
Perusahaan Visi Media Asia, induk perusahaan TV One, ANTV, dan portal berita viva.co.id, misalnya. Di tahun 2012, laporan keuangan menyebut hanya mengalokasikan dana sebesar Rp 292 miliar untuk menggaji para pekerjanya. Padahal, jumlah pendapatan total perusahaan itu mencapai Rp 992 miliar. "Rasio gaji dibanding pendapatan hanya 29 persen," katanya. (Baca: VIVA Capai Pertumbuhan Pendapatan 32 Persen)
Kondisi itu akan terlihat timpang jika dibandingkan dengan rasio yang dibuat South China Morning Post, perusahaan media di Hongkong, yang mengalokasikan anggaran gaji pegawai sebesar 40 persen dari total pendapatan perusahaan. Fairfax Media, perusahaan media di Australia, pun rasio gaji dengan total pendapatan perusahaan berada di angka 39 persen.
Minimnya alokasi gaji juga terlihat dari besaran upah yang diterima jurnalis. Survei AJI terhadap 55 media di Jakarta menemukan hanya ada dua media yang mampu menggaji jurnalis pemula di atas standar upah layak, yakni Jakarta Post dan Bisnis Indonesia. "Upah layak tahun ini sebesar Rp 5,7 juta. Sedangkan gaji sebagian besar wartawan pemula di Jakarta hanya sekitar Rp 3 juta," kata Wahyudi. (Baca: AJI: Upah Layak Wartawan Pemula Rp 5,7 Juta)
Sekretaris Umum Federasi Serikat Pekerja Media Independen, Muhammad Irham, menjelaskan upaya perbaikan kesejahteraan bisa dilakukan jurnalis dengan meminta transparansi laporan keuangan perusahaan. Dengan data itu, mereka bisa menilai layak atau tidaknya perusahaan untuk meningkatkan alokasi anggaran gaji. "Sayang, tidak banyak yang berani melakukan itu," katanya.
Untuk meningkatkan posisi tawar para pekerja, Irham mengajak para jurnalis dan pekerja media untuk mendirikan serikat pekerja di perusahaannya masing-masing. "Konstitusi menjamin hak setiap orang untuk berserikat. Hak dasar itu juga diperjelas dalam Undang-undang Serikat Pekerja yang mengatur hubungan antara pekerja dengan pemilik perusahaan," ujarnya.
RIKY FERDIANTO
Baca juga:
Buruh Gudang Garam Dipastikan Tak Peringati May Day
Ratusan Ribu Buruh Siap Kepung Istana
65 Ribu Buruh Bekasi 'Geruduk' Jakarta
Berita terpopuler:
Jagal Tangerang Baru Seminggu Putus Cinta
Kode Tersangka JIS: Ada Anak, Mau Dikerjain Enggak?
Olga Syahputra Kena Meningitis, Ini yang Terjadi