Hadi tiga kali melaporkan kekayaannya: pada 2001, di awal dia menjabat Direktur Jenderal Pajak, lalu setelah meninggalkan posisi itu lima tahun kemudian, dan terakhir pada Februari 2010. Dibanding laporan 2006, ada penambahan satu harta pada laporan terakhir, yakni tanah kaveling BRI di Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat, yang dibeli pada 2008.
Meski awalnya atas nama Soeprapti, Hadi ikut aktif dalam pembelian tanah ini. Menurut Thayeb, makelar yang dulu membantu pembelian, Hadi datang sendiri membayar tanah itu. "Dia membayar tunai. Uangnya dibawa dengan kardus," ujarnya. "Saya waktu itu kebagian dua setengah persen sebagai makelar." Tanah di Sawangan telah berkembang, lebih luas daripada yang dilaporkan.
Hadi juga gencar memburu tanah di Kembangan, Jakarta Barat, dan giat mengembangkan tanah di wilayah ini. Dalam laporan kekayaannya, Hadi mencantumkan dua bidang tanah berukuran 2.900 dan 1.000 meter persegi di sini berasal dari hibah. Namun, dari penelusuran tim investigasi majalah ini, tanah pertama dibeli pada 25 Juni 1985 dari tanah girik. Tanah kedua dibeli pada 2 Juli 1993 dari Tirto Tedjomoeljono dan Nyonya Sumarlena Sandjaya.
Satu bidang lagi tanah seluas 429 meter persegi dengan bangunan rumah 326 meter persegi terletak di Jalan Kembangan Raya 10. Dalam laporannya, Hadi menyebutkan harta ini hibah dan hasil sendiri. Dari salinan akta jual-beli, Tempo melihat tanah itu dibeli dari pemilik sebelumnya atas nama Djaleha pada 2 Agustus 2004.
Ketika menyusuri Kembangan Utara akhir bulan lalu (Mei 2010), Tempo menemukan 1,5 hektare tanah kosong di Jalan Masjid At-Taqwa. "Semua orang tahu tanah ini punya orang Pajak, namanya Hadi Poernomo," kata seorang penduduk setempat. Tanah ini tidak tercantum dalam laporan kekayaan Hadi. Namun, Tempo menemukan bukti. Setidaknya ada 29 bidang tanah di situ yang pajak bumi dan bangunannya dibayar keluarga Hadi Poernomo.
Bagaikan "desa mengepung kota", Hadi juga mengembangkan aset tanahnya di arah timur Jakarta. Di Desa Serang, Kota Bekasi, keluarga itu memiliki tiga bidang tanah atas nama Melita. Luas tanahnya sesuai dengan daftar pada laporan. Namun, di atasnya kini telah dibangun rumah-rumah kecil yang di sewakan kepada pusat industri di Cikarang Selatan.
Kepada Tempo yang mewawancarainya, Hadi Poernomo mengakui memiliki aset yang tidak dilaporkannya itu. Namun, menurut dia, aset-aset itu telah dihibahkan kepada anak-anaknya. Ketika diminta menunjukkan akta atau bukti hibahnya, ia berkilah, "Pokoknya ada. Nanti saya buktikan ke pihak lain."
Kekayaan Hadi "menurun" ke anak-anaknya. Pada usia 31 tahun, Muliawan, anak kedua Hadi, membeli rumah krem di Jalan Tulodong Atas, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dengan status "mahasiswa", empat tahun lalu, Muliawan mendapatkan rumah di atas tanah 319 meter persegi itu senilai Rp 961 juta.
Selama tiga tahun terakhir, rumah ini menjadi kantor PT Roda Drilling, perusahaan yang bergerak di pengeboran minyak. Joko, penjaga rumah, membenarkan bahwa Muliawan pemilik properti itu. "Beliau suka datang, terakhir dua pekan lalu," katanya dua pekan lalu. (Baca: Selusur Hadi Poernomo)
MAJALAH TEMPO
Berita Lain:
PNS Ini Punya Rekening Rp 1,3 T, Darimana Asalnya?
Money Changer, Usaha Samaran PNS Pemilik Duit 1,3 T
KPK Tetapkan Hadi Poernomo sebagai Tersangka
TNI AD Beli 20 Helikopter dari Amerika Serikat