TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah pengendara motor dengan atribut partai politik berkonvoi di Jalan Malioboro, Yogyakarta, Kamis siang, 3 April 2014. Padahal, semestinya jalur di pusat wisata dan ekonomi Kota Yogyakarta itu bebas dari aktivitas kampanye.
Pengendara sepeda motor yang membawa bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melintas di Jalan Malioboro pada pukul 14.20 WIB. Di belakangnya, setidaknya terdapat dua sepeda motor yang beratribut sama. Suara dari knalpot motor-motor itu sangat keras. Kendaraan-kendaraan meraung hingga memekakkan telinga.
Sejumlah pegawai negeri sipil di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY keluar dari ruangan ketika mendengar suara bising yang berasal dari kendaraan rombongan itu. Mereka kaget karena selama ini Jalan Malioboro dinyatakan wajib bersih dari atribut partai dan aktivitas kampanye.
Aturan itu sesuai dengan kesepakatan Musyawarah Pimpinan Daerah Kota Yogyakarta yang tertuang dalam Peraturan Wali Kota Nomor 67 Tahun 2013 tentang perubahan Peraturan Wali Kota Nomor 21 Tahun 2013 tentang pemasangan alat peraga kampanye. Selama masa kampanye terbuka, konvoi partai politik dilarang melintasi Jalan Mangkubumi, Jalan Malioboro, Jalan Solo, dan Titik Nol Kilometer.
Ketua Badan Pengawas Pemilu DIY Muhammad Najib mengatakan kawasan Jalan Malioboro memang harus bebas dari aktivitas kampanye dan atribut partai politik. “Itu memang harus bebas kampanye,” katanya saat dihubungi Tempo.
Namun dia beranggapan peristiwa melintasnya konvoi beratribut PDIP di Jalan Malioboro itu bukanlah pelanggaran. Alasannya, konvoi sejatinya bukan bagian dari kampanye. Maka, “(Konvoi) itu harus dimaknai orang yang berangkat atau pulang dari tempat kampanye,” katanya. Karena itu, pengawasan dan penindakan terhadap konvoi merupakan tugas kepolisian.
Obyek pengawasan Badan Pengawas Pemilu, kata dia, adalah rapat kampanye di lapangan. Ia mengatakan konvoi kendaran simpatisan partai bukan bagian dari aktivitas kampanye di lapangan. “Kan, tak ada larangan orang naik motor dengan bawa bendera,” katanya. Meski demikian, ia mengaku aturan pengawasan kampanye memang memiliki banyak kelemahan. “Ada keterbatasan regulasi, kami tak bisa menjangkau hal-hal seperti itu.”
ANANG ZAKARIA