TEMPO.CO, Purwokerto - Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menyarankan peraturan terobosan untuk menyelesaikan kebekuan dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terutama soal penyadapan. Ia menyarankan ada peraturan yang lebih spesifik tentang penyadapan. “Salah satu hak asasi manusia yakni kebebasan berkomunikasi,” kata Bagir setelah menghadiri pengukuhan dua guru besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Selasa, 4 Maret 2014.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memprotes pasal dalam draf beleid yang kini sedang dibahas di DPR itu. Protes tersebut terkait dengan adanya kewajiban memperoleh izin pengadilan untuk melakukan aktivitas penyadapan. Sebab, KPK selama ini sangat terbantu oleh penyadapan yang mereka lakukan dalam menyeret koruptor ke pengadilan.
Menurut Bagir, penyadapan bisa dilakukan sepanjang untuk kepentingan hukum. Namun dia mengingatkan, penyadapan jangan sampai menimbulkan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Bagi dia, mekanisme penyadapan harus diatur secara spesifik. “Siapa yang boleh menyadap, kapan orang mulai boleh menyadap, apakah saat penyidikan apa penyelidikan, itu harus dipastikan. Jangan sampai ada orang tidak berdosa tapi disadap,” katanya.
Selain itu, kata Bagir, prosedur penyadapan juga harus diatur secara spesifik. Di beberapa negara, kata dia, penyadapan boleh dilakukan karena ada dugaan pidana dan harus seizin pengadilan. “Sekarang bagaimana menemukan terobosan hukum itu, ini yang harus dibahas,” katanya.
ARIS ANDRIANTO