TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Djarot Saiful Hidayat mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak diundang ke rapat kerja nasional atau Rakernas PDIP pada 24-26 Mei di Ancol, Jakarta Utara.
Pernyataan Djarot ini lantas menuai respons dari mantan politikus PDIP, relawan Prabowo Subianto, Kantor Staf Presiden, dan pihak Istana. Ada yang merespons menohok. Ada pula respons santai. Begini kata mereka.
Ara: Enggak apa-apa
Merespons PDIP yang tidak mengundang Jokowi ke Rakernas, mantan politikus PDIP Maruarar Sirait menyebut harus menghormati hal tersebut.
“Enggak apa-apa, itu kan masalah internalnya yang harus dihormati ya. Kami menghormati saja dan terima kasih,” ujar pria yang karib disapa Ara ini, ketika ditemui di Kompleks DPR Senayan, Jakarta, Ahad, 19 Mei 2024.
Ketika ditanya apakah tidak diundangnya Jokowi dalam Rakernas merupakan tanda hubungan sudah berakhir PDIP dan Jokowi, Ara tidak menjawab secara eksplisit.
"Yang saya tahu Pak Jokowi dan Pak Prabowo itu selalu hati dan pikirannya ingin merangkul bersatu, itu yang saya tahu,” kata politikus Gerindra itu.
Noel kutip puisi Sukarno
Sementara Ketua Relawan Prabowo Mania Immanuel Ebenezer atau Noel mengkritik PDIP yang tak mengundang Jokowi ke Rakernas dengan mengutip puisi karya Presiden Pertama RI Sukarno.
“PDI Perjuangan hendaknya menilai Jokowi dari kaca ‘Indonesia Soekarno’, yaitu sebagaimana puisi yang ditulis Sukarno berjudul ‘Aku Melihat Indonesia’,” seperti tertulis dalam keterangan dari Noel, Sabtu, 18 Mei 2024.
Menurut Noel, Soekarno dalam puisinya tidak melihat warna politik. Noel mengklaim, Sukarno tidak membeda-bedakan anak bangsa dari sisi mendukung siapa untuk menjadi pemimpin atau presiden.
Noel mengklaim bahwa perhelatan yang dilaksanakan partai sekaliber PDIP sepatutnya tak lepas dari protokoler kenegaraan, yaitu mengundang kepala negara tanpa membeda-bedakan asal partainya.
Maka dari itu, kata Noel, seharusnya PDIP juga memperlakukan Jokowi sebagai kepala negara. “Tanpa embel-embel partai mana yang sekarang didukung Jokowi,” ucapnya.
Dalam interpretasi Noel, puisi “Aku Melihat Indonesia” adalah cara sang proklamator melihat perbedaan paham dan warna politik sebagai kekayaan bangsa.
Noel pun meminta para petinggi PDIP untuk menjadikan puisi itu sebagai refleksi untuk menerima hasil yang sudah terjadi.
“Aku bukan lagi melihat mata manusia, aku melihat Indonesia," ujar Noel mengutip bait terakhir puisi Soekarno.