TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menyatakan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang tengah digodok di Dewan Perwakilan Rakyat tidak akan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, komisi antirasuah tetap memiliki perangkat aturan-aturan khusus.
"Tidak! Ada kekhususan yang selama ini dimiliki KPK, dan itu tetap," kata Amir seusai rapat dengan Komisi Perdagangan DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 10 Februari 2014.
KPK, ujar dia, tetap bisa menyadap, menyita tanpa putusan pengadilan, dan tetap tidak boleh ada SP3. "Jadi Undang-Undang KPK tetap eksis, tidak akan berubah, kan," kata Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu. (Baca: Bahas Revisi KUHAP, KPK: Langkah Mundur)
Ia juga tidak akan mencabut kedua revisi undang-undang yang sudah berada di DPR tersebut. Menurut Amir, pemerintah juga selalu mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak, termasuk dari KPK. "Kita berikan proses itu kesempatan untuk berjalan," ujar dia.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyerahkan naskah Revisi KUHAP dan KUHP kepada Komisi Hukum DPR pada 6 Maret 2013. Kedua revisi undang-undang tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014.
Setelah penyerahan kedua regulasi itu, DPR membentuk Panja Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, dengan 26 anggota Panja dari berbagai fraksi.
Panja telah memanggil sejumlah pihak, kecuali KPK, untuk membahas RUU KUHAP. Pembahasan itu dianggap bisa merugikan KPK. Panja sempat membahas untuk menghapus ketentuan penyelidikan itu bisa membuat KPK tak lagi dapat memberantas korupsi. (Baca: Lemahkan KPK, Denny: RUU KUHAP Akan Ditarik)
LINDA TRIANITA