TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Partai Golongan Karya Kota Palangkaraya Rusliansyah mengakui bertemu dengan Chairun Nisa dan Akil Mochtar--kala itu Ketua Mahkamah Konstitusi--di rumah dinas Akil. Keterangan ini sekaligus menjelaskan perihal pencabutan kesaksiannya di hadapan penyidik dalam persidangan Kamis pekan lalu.
Penjelasan ini bermula saat jaksa KPK, Elly Kusumastuti, mengkonfirrmasi keterangan Rusliansyah sebelumnya. "Chairun Nisa minta tolong pilkada sebelas kabupaten di Kalteng yang semuanya diikuti calon dari Partai Golkar. Bila ada gugatan pemilu, Akil bisa bantu menangkan calon dari Partai Golkar. Supaya bisa bantu Nisa jadi anggota DPR kembali. Bagaimana Pak, jadi dicabut?" tanya jaksa Elly kepada Rusliansyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 6 Februari 2014.
Mendapat pertanyaan itu, Rusliansyah yang menjadi saksi untuk terdakwa Chairun Nisa, Hambit Bintih, dan Cornelis Nalau Antun, mengklarifikasi bahwa yang ingin dicabutnya adalah keterangannya soal waktu pertemuan tersebut. Menurut dia, mereka bertemu setelah Akil dilantik sebagai Ketua MK, bukan Maret seperti keterangannya di hadapan penyidik KPK. "Pak Akil dilantik April. Rumah itu direnovasi. Saat itu saya lihat banyak barang berantakan. Itu saya perkirakan Juni-Juli 2013 ketemunya," ujarnya.
Menurut dia, Nisa-lah yang mengajaknya ke rumah Akil untuk bersilaturahmi. Di sana Nisa menjelaskan kepada Akil soal sengketa sebelas pemilukada daerah Kalimantan Tengah yang ditangani oleh MK.
Ketua majelis hakim Suwidiya kemudian mempertegas hal ini. Ia menanyakan keterangan lainnya yang diucapkan sebelumnya. "Lalu kalau soal permintaan sebelas pilkada dari Bu Chairun Nisa ke Pak Akil itu benar, ya? Tidak ada yang dicabut, ya?" tanyanya.
Rusliansyah mengatakan bahwa saat itu sebenarnya Nisa belum menyampaikan permintaan tolongnya kepada Akil. Namun, menurut dia, Akil sudah menduga arah pembicaraan Nisa. "Kata Pak Akil, keputusan itu tidak sendiri. Ada hakim lain yang juga memutuskan," katanya. Akil pun mengatakan, sebagai Ketua MK, dirinya bukan lagi politikus Partai Golkar, tapi milik semua partai.
Hal ini kemudian membuat penasihat hukum Hambit Bintih meragukan hal tersebut. Pasalnya, Akil baru dilantik sebagai Ketua MK pada Agustus 2013. Namun Rusliansyah tetap keukeuh dengan kesaksian sebelumnya. "Pokoknya ucapannya seperti itu," katanya.
Dalam berkas acara pemeriksaan, Rusliansyah mengaku bersama Nisa pernah bertamu ke rumah dinas Akil pada bulan Maret 2013. Kepada penyidik, Rusliansyah mengatakan mereka berdiskusi soal sebelas pemilihan kepala daerah di kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Tengah. Seluruh pemilihan itu diikuti pasangan calon dari Golkar.
Jika nantinya dari sebelas daerah itu ada yang beperkara di Mahkamah Konstitusi, Nisa meminta Akil membantu memenangkan pasangan calon Golkar. Akil disebut pernah mengancam menaikkan tarif suap terhadap dirinya menjadi Rp 9 miliar.
Namun keterangan ini dicabutnya dalam persidangan pekan lalu. "Itu saya cabut karena hanya penafsiran saya," ujarnya. Rusliansyah mengatakan ketika itu ia baru saja menjalani operasi jantung sehingga tidak bisa konsentrasi saat diperiksa penyidik selama sebelas jam.
NUR ALFIYAH
Terkait:
Tersangka Suap Akil Masih Terdaftar Caleg Golkar
Bos Golkar Palangkaraya Ada di Sidang Chairun Nisa
Empat Tokoh Ini Dibidik Golkar Dampingi Ical
Dicapreskan PKB, JK Tetap Juru Kampanye Golkar