TEMPO.CO, Mojokerto-- Tujuh belas orang tewas di Mojokerto, Jawa Timur setelah berpesta minuman keras oplosan pada malam tahun baru 2014. Peredaran miras ilegal yang terlampau bebas dituding sebagai biang keladi jatuhnya belasan korban. Namun Kepala Kepolisian Resor Mojokerto Kota Ajun Komisaris Besar Wiji Suwartini mengaku sulit memberantas peredaran miras ilegal, termasuk yang diolah secara tradisional, seperti arak.
"Kami sulit memberantas karena peredarannya ilegal," kata Wiji, Kamis, 9 Januari 2014. Menurut Wiji, untuk mencegah terjadinya kasus serupa, polisi menggiatkan razia di tempat-tempat peredaran miras tersebut, baik di rumah tinggal, kafe, warung, maupun toko yang menjualnya.
Peredaran miras di Mojokerto menarik perhatian setelah belasan orang tewas lantaran mengkonsumsi miras jenis arak oplosan pada malam tahun baru 2014. Dari 29 korban, 17 orang meninggal setelah dirawat di sejumlah rumah sakit. Adapun sisanya dalam kondisi kritis.
Wiji menambahkan, selain merazia tempat peredaran miras, kepolisian tengah mendeteksi jalur pasokan peredaran miras, baik di dalam maupun di luar Mojokerto. "Arah kami ke sana," ujarnya.
Berdasarkan informasi kepolisian, dua tersangka pasangan suami-istri produsen miras olposan yang menewaskan belasan orang mengaku mendapatkan pasokan miras dari Solo, Jawa Tengah. Dari Solo, pasokan miras itu dioplos lagi di Mojokerto. Sedangkan zat-zat kimia yang menjadi bahan campuran miras oplosan tersebut dibeli di Surabaya.
Dalam razia yang dilakukan selama lima hari terakhir, kepolisian setempat menyita lebih dari 500 liter miras, terutama jenis arak, dari berbagai tempat. Bahkan, terakhir kali, polisi malah menemukan ganja dan sabu dalam razia miras di sebuah rumah kos di Kota Mojokerto.
"Kami temukan lima bungkus barang yang diduga ganja dan satu paket kecil yang diduga sabu," kata Kepala Satuan Sabhara Kepolisian Resor Mojokerto Kota Ajun Komisaris Bambang Sugianto. Temuan ganja dan sabu tersebut telah diserahkan kepada satuan narkoba kepolisian setempat.
ISHOMUDDIN