TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pemetaan Data Statistik Pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Keempat tersangka itu salah satunya bernama Suhenda, masih tercatat sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Pendidikan, dan Effendy Hutagalung, pensiunan Kementerian.
Dua tersangka lainnya dari PT Surveyor Indonesia, pemenang tender proyek tahun 2010-2011 tersebut. Mereka adalah bekas Direktur Operasional PT Surveyor, Mirma Fadjarwati, dan bekas Kepala Unit Strategis Jasa Pemerintahan II, Yogi Paryana Sutedjo. ”Penahanan dilakukan sejak Senin, 16 Desember 2013,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi, dalam siaran persnya, Selasa, 17 Desember 2013.
Selain keempat tersangka tersebut, masih ada satu tersangka lain yaitu Fahmi Shadiq, yang saat ini menjabat sebagai Direktur PT Sucofindo. Berbeda dengan empat tersangka sebelumnya, hingga kini, Fahmi belum ditahan.
Selain penahanan para tersangka, Kejaksaan dalam siaran pers tersebut juga merilis perkiraan kerugian negara dalam kasus korupsi ini, yakni sebesar Rp 55 miliar.
Kasus dugaan korupsi pada proyek ini terjadi dalam dua tahun anggaran, yaitu pada 2010 dan 2011. Anggaran pada 2010 sebesar Rp 85 miliar dan Rp 45 miliar pada tahun selanjutnya. Dari dokumen yang sempat diperlihatkan sumber Kejaksaan, dugaan kerugian negara mencapai Rp 34 miliar.
Di dalam dokumen itu, menurut Setia, terjadi kelebihan nilai pekerjaan Rp 5,6 miliar yang harus disetor ke kas negara dari PT Surveyor. Kelebihan tersebut karena adanya perbedaan angka dalam dokumen lelang dan kontrak.
Selanjutnya, pada tahun anggaran 2010, terdapat kelebihan bayar karena tidak selesainya pekerjaan oleh PT Surveyor. Dari kontrak, sebanyak 191.113 satuan pendidikan harus digarap, tapi pekerjaan yang selesai 150.944. Sehingga terdapat kekurangan 40.169, kemudian dikalikan nilai per satuan pendidikan Rp 448.882. Total sebesar Rp 18 miliar. Jumlah itu dikurangi kekurangan volume 6.276 satuan pendidikan dikalikan dengan nilai per satuan pendidikan. Rp 3.324.729.607. Jadi, untuk tahun anggaran 2010, terdapat kelebihan bayar Rp 14,7 miliar.
Selain kelebihan bayar pada tahun anggaran 2010, PT Surveyor dikenakan denda keterlambatan sebesar 5 persen dari total kontrak Rp 85,7 miliar, yaitu sebesar Rp 4,2 miliar.
Untuk tahun anggaran 2011, dari kontrak 64.503 satuan pendidikan, PT Surveyor menyelesaikan 52.594. Kekurangannya sebanyak 11.908 satuan pendidikan kemudian dikalikan dengan nilai per satuan pendidikan Rp 703.864, jumlahnya Rp 8,3 miliar.
Denda keterlambatan juga dikenakan pada tahun anggaran 2011. Yaitu 5 persen dari Rp 45.401.347.000, sejumlah Rp 2,2 miliar. Namun, PT Surveyor sudah membayar Rp 499.414.817, sehingga tersisa denda Rp 1,7 miliar.
Dari jumlah itu, ada 42.896 unit pekerjaan yang tidak ditelusuri inspektorat karena merupakan domain Kementerian Agama. Menurut Setia, jika di Kementerian Agama tidak ada pendataan bersama, kerugian negara bisa semakin besar.
TRI ARTINING PUTRI