Bahkan sering terjadi pihak yayasan atau lembaga keagamaan menerima sumbangan dari pemerintah tetapi tidak utuh. Biasanya, sumbangan itu dipotong hingga 30 persen atau lebih. Tetapi tetap diterima dan ditandatangani dengan nilai sumbangan yang tertera, padahal yang diterima kurang dari yang ditandatangani. "Kalau itu jelas salah dan tidak benar," kata dia.
Pesantren atau lembaga pendidikan dan yayasan keagamaan sangat berpotensi menjadi lahan pencucian uang hasil korupsi. Memang data yang menunjukkan hal itu belum ada. Tetapi potensi itu sangat besar seperti yang sudah terjadi pada era Presiden Soeharto, yang membentuk puluhan yayasan untuk dikucuri dana.
Dalam kasus korupsi, kata dia, banyak orang beragama Islam yang tersandung. Bahkan predikat ustad yang disandang pun tidak terlepas dari jeratan mafia korupsi. Maka perlu adanya sosialisasi yang lebih kepada pesantren-pesantren untuk kampanye antikorupsi yang sudah menjalar ke semua lini masyarakat di Indonesia. "Kalau Komisi Pemberantasan Korupsi menggandeng kami untuk sosialisasi antikorupsi, kami siap," kata Ahmad.
Kiai Haji Masrur Ahmad, pemimpin Pondok Pesantren Al Qodir, Cangkringan, Sleman, berpendapat, banyak kiai atau pemuka agama yang belum tahu modus-modus korupsi. Memang secara ajaran agama tidak dibolehkan korupsi. Tetapi, karena kecanggihan para koruptor, para pemuka agama tidak sadar kalau uang yang diterima adalah hasil korupsi.
"Banyak kiai yang tidak sadar masuk dalam lingkaran korupsi. Mereka terlalu sibuk dengan kegiatan mengaji dan mengajar para santri," kata dia.
MUH SYAIFULLAH
Berita Terpopuler
78 Nama Korban Tabrakan Kereta Bintaro
Kata Ahok Soal Kecelakaan Kereta Bintaro
Jokowi Masuk Daftar 'Leading Global Thinkers' 2013
Tragedi Kereta Bintaro, Masinis Coba Mengerem