TEMPO.CO, Banyuwangi-Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mendapatkan 17 peralatan peringatan dini bencana longsor dan tsunami. Peralatan tersebut terdiri dari 10 unit alat peringatan dini longsor, bantuan dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral Jawa Timur dan tujuh unit alat peringatan dini tsunami bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kepala BPBD Banyuwangi, Achmad Wiyono, mengatakan dua alat peringatan dini longsor itu telah dipasang di Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran. Sisanya berupa papan panel elektrik akan dipasang di jalur menuju Gunung Ijen di Kecamatan Licin (2 unit) dan di Desa Pakel (2 unit). Lainnya, 1 unit berada di Kecamatan Glagah, 1 unit di Desa Bimorejo, Kecamatan Wongsorejo dan 2 unit di Gunung Mrawan jalur Banyuwangi-Jember.
Daerah-daerah tersebut, kata Wiyono, selama ini tergolong rawan bencana longsor. Kasus terakhir terjadi tahun 2012 lalu di Desa Kandangan. Saat itu satu rumah tertimbun longsor meski tidak ada korban jiwa.
Alat itu akan memberikan peringatan dini kepada warga untuk segera mengungsi. Bila longsor terjadi, alat secara otomatis akan mengeluarkan sirine ke seluruh penjuru desa. "Sedangkan papan panel, peringatannya berupa tulisan kepada pengguna jalan," kata Wiyono, Kamis 5 Desember 2013.
Menurutnya, tujuh alat peringatan dini tsunami akan dipasang di sepanjang pesisir rawan tsunami. Antara lain, di Pantai Pancer dan Rajegwesi Kecamatan Pesanggaran; Pantai Lampon, Siliragung; Pantai Grajagan, Kecamatan Purwoharjo; Pantai Muncar, Kecamatan Muncar; Pantai Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi; dan Pantai Boom, Kecamatan Banyuwangi.
Wiyono mengatakan 40 desa di Banyuwangi rawan tsunami. Desa-desa itu berada di 175 kilometer garis pantai Banyuwangi. Tahun 2004 lalu, gempa yang disusul tsunami pernah menerjang kawasan pesisir selatan Banyuwangi. Musibah itu menyebabkan 214 orang meninggal, 14 orang hilang, dan ratusan bangunan rusak.
Pasca bencana tsunami itu, Banyuwangi sebenarnya pernah memiliki alat peringatan dini tsunami bantuan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Namun alat tersebut hilang dicuri setahun kemudian.
Tidak adanya alat deteksi dini tsunami membuat warga di pesisir pantai selatan sering khawatir bila gempa menimpa daerahnya. Mereka hanya bisa mengandalkan gejala alam untuk mewaspadai bencana tsunami. "Setelah ada gempa, kami lihat air laut. Kalau air laut surut langsung lari," kata Ridwan Nurdin, warga yang tinggal di pesisir Grajagan.
IKA NINGTYAS