TEMPO.CO, Bogor - Organisasi perlindungan satwa liar, ProFauna Indonesia, menuntut agar Kebun Binatang Surabaya (KBS) dikelola oleh tenaga profesional yang memiliki pengalaman menangani satwa, agar animal welfare atau kesejahteraan satwa tidak terabaikan. "Mengurus satwa tak bisa main-main, serahkan kepada ahlinya," kata Ketua ProFauna Indonesia Rosek Nursahid kepada Tempo, Jumat, 25 Oktober 2013.
Menurut Rosek, kemelut yang melanda KBS tidak akan terselesaikan karena pengelolaanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak profesional. Pemerintah Kota Surabaya, yang mengambil alih pengelolaan, juga tidak memiliki tenaga yang ahli dalam bidang konservasi satwa.
Rosek mengingatkan, kesejahteraan satwa yang terabaikan, yang disusul kematian satwa yang beruntun, akibat pengelolaan yang dilakukan secara asal-asalan.
Analisis ProFauna menyebutkan, lahan KBS yang hanya seluas 15 hektare dihuni oleh 4.025 satwa, sehingga melebihi kapasitas. Selain itu, KBS tak didukung dengan kandang dan lahan konservasi yang memadai. Bandingkan dengan lahan konservasi Taman Safari Bogor seluas 178 hektare, menampung 1.500 satwa.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, setiap hari rata-rata menerima 100 kicauan di Twitter-nya yang mencaci makinya berkaitan dengan amburadulnya pengelolaan KBS. Terutama setelah beberapa pekan lalu, seekor anak orang utan koleksi KBS mati. Zulkifli berjanji akan mempertahankan KBS sebagai kawasan konservasi bagi satwa liar eksitu dan pusat pendidikan satwa. "KBS akan tetap kami pertahankan," ujarnya pada saat berkunjung ke Kebun Raya Bogor Kamis kemarin, 24 Oktober 2013.
Kementerian Kehutanan menyerahkan pengelolaan KBS kepada Pemerintah Kota Surabaya berdasar izin prinsip, setelah mencabut hak pengelolaan dari pengelola sebelumnya. ”Kami tidak ingin konflik di KBS berkepanjangan, yang merugikan satwa,” kata Zulkifli.
Pada saat berkunjung ke KBS beberapa waktu lalu, Zulkifli menyaksikan langsung harimau Sumatera bernama Melani yang sakit akibat memakan daging berformalin.
Dokter hewan Yonana yang menangani Melani menjelaskan, harimau Sumatera yang berusia 15 tahun itu mulai membaik. Bulu loreng mulai terlihat mengkilat, wajahnya cerah, sudah bisa mengaum, dan mandi secara normal. Bobotnya sudah mencapai 48 kilogram, naik dibandingkan bobot semula 45 kilogram "Fisiknya semakin membaik," tuturnya.
EKO WIDIANTO