TEMPO.CO, Surabaya- Nama Gang Dolly sudah ada sejak zaman Belanda. Waktu itu ada seorang perempuan keturunan Belanda yang bernama Dolly van der Mart. Perempuan inilah yang menjadi pengagas kompleks prostitusi di Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, itu.
“Sebelum jadi tempat prostitusi, ini dulu makam Tionghoa, Mas. Karena tempat ini ramai, makamnya dipindah,” kata Nining, warga yang sejak kecil hidup di kawasan lokalisasi Dolly, Surabaya, kepada Tempo, Jumat, 11 Oktober 2013.
Menurut Nining, Tante Dolly pada masanya menyediakan perempuan pemuas nafsu bagi para tentara Belanda yang berada di Surabaya. Jumlah perempuan di bawah asuhan Tante Dolly belum seberapa. Lambat laun, geliat permainan para tentara Belanda dengan anak asuh Tante Dolly menarik perhatian masyarakat umum. Ceritanya pun membuat penasaran kaum pria di sana. Mereka pun mulai menjajalnya.
Cerita berkembang. Nama Dolly akhirnya dikenal ke seluruh penjuru. Dolly sempat disebut sebagai lokasi prostitusi terbesar di Asia. Orang seolah membayangkan Dolly ketika pertama kali menjejakkan kaki di kota ini.
Kehadiran banyak orang di Dolly membawa berkah bagi masyarakat di sekitarnya. Warga sekitar membuka usaha lapak-lapak kaki lima. Yang dijajakan beragam, dari warung kopi, nasi goreng, jamu tradisional, sampai obat kuat. “Coba tidak ada Tante Dolly, tempat ini tidak akan seramai sekarang,” kata Nining.
Keturunan Tante Dolly diyakini masih berada di sekitar Surabaya. Mereka tak lagi meneruskan bisnis yang didirikan leluhurnya itu. Walaupun sampai kini tak pernah ada yang bisa memastikan daerah tempat tinggal keturunannya itu.
Jejak Dolly van der Mart