TEMPO.CO, Bandung- Mantan Ketua DPRD Kabupaten Kediri Zainal Musthofa, terpidana kasus korupsi anggaran rumah tangga Dewan senilai Rp 10,7 miliar dibebaskan dari hukuman penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung Rabu, 11 September 2013, pukul 19.30 WIB. “Pak Zainal baru saja keluar Lapas, Eksekusi baru saja dilakukan dihadiri tim dari kejaksaan Kediri dan Pengadilan Negeri Kediri, ” kata Ketua Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Giri Purbadi saat dihubungi Tempo, Rabu malam, 11 September 2013.
Menurut Giri, ekskusi dilakukan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terpidana Zainal. Surat salinan PK yang ditanda-tangani Panitera Muda Tindak Pidana Khusus MA pada 7 Juli 2013 itu baru diterima Senin, 10 September 2013. Begitu menerima salinan PK,lembaganya langsung berkirim surat ke Kajari Kediri dan Pengadilan Negeri Kediri untuk segera melaksanakan eksekusi PK itu.
Namun, lanjut Giri, baru hari ini, tim dari Kajari dan Pengadilan Negeri Kediri hadir di Lapas Sukamiskin untuk melaksanakan putusan PK. Putusan tersebut diantaranya memerintahkan Pengadilan Tinggi Negeri Kediri untuk melepaskan terpidana kasus korupsi yang telah divonis 3 tahun itu, menyatakan terpidana telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan suatu pelanggaran pidana, serta mengembalikan harta yang dirampas negara.
Ditemui Tempo di penjara Sukamiskin siang tadi, Zainal menyesalkan jeda waktu yang cukup lama antara keluarnya PK dengan pelaksanaan eksekusi. “PK keluar 7 Juli 2013, tapi eksekusi tidak segera dilakukan. Saya harus menunggu hampir dua bulan di Lapas Sukamiskin,” kata Zainal Rabu, 11 September 2013.
Setelah eksekusi dilakukan, bapak 7 anak yang sudah menjalani masa hukuman 2 tahun 4 bulan itu mengaku akan mengurus hartanya yang dirampas oleh negara. Sebab, lanjut Zainal, salah satu perintah MA dalam PK itu, kejaksaan harus mengembalikan harta miliknya.
Harta yang dirampas tersebut yakni barang tak bergerak berupa tanah seluas 32.616 hektare yang tersebar di 20 lokasi di Kabupaten Kediri, Jawa Tengah dan harta bergerak berupa satu unit mobil Kijang dan dua unit sepeda motor.
“Untuk harta yang dirampas, saya tidak tahu posisinya sekarang. Hanya saya dengar info dari orang, harta itu sudah dijual. Tapi itu akan saya cek lagi,” kata Zainal.
Acong Latif, pengacara Zainal menyatakan, seharusnya saat eksekusi, seluruh harta yang dirampas negara harus dikembalikan sesuai dengan putusan PK. Apalagi jeda antara putusan MA dengan waktu eksekusi sudah lama. “Saat eksekusi, hanya terpidana yang dibebaskan, tapi tidak dijelas kapan pengembalian hartanya,” kata dia. Karena itu, pihaknya akan menanyakan kapan harta itu akan dikembalikan kepada kliennya.
Dalam kasus tersebut Zainal bersama 44 anggota Dewan periode 1999-2004 menyusun anggaran kebutuhan mereka, seperti gaji dan tunjangan, secara besar-besaran, yang bertentangan dengan peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah.
Selain menerima gaji Rp 8 juta untuk masing-masing ketua dan Rp 7 juta untuk setiap anggota dewan, mereka masih menerima berbagai bentuk tunjangan, mulai dari tunjangan perjalanan dinas tetap, operasional, kesejahteraan, listrik, PDAM, perawatan rumah, asuransi, hingga tunjangan sewa rumah. Sehingga ditemukan penyelewengan negara sebesar Rp 10,7 miliar
ENI SAENI