TEMPO.CO , Jakarta - Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda Jeffry Pondaag mengatakan, negosiasi untuk menuntut ganti rugi janda korban Pembantaian Westerling sempat mandeg. Menurut Jeffry, kebuntuan tersebut akibat dari niat Pemerintah Belanda yang ingin membayar ganti rugi hanya 10 ribu Euro.
"Itu penghinaan besar untuk Indonesia," kata Jeffry saat dihubungi, Jumat, 9 Agustus 2013. Menurut Jeffry, kebuntuan yang terjadi pada bulan April tersebut berakhir karena itikad baik dari Menteri Luar Negeri Belanda Frans Timmermans. Frans, kata Jeffry, menyatakan sangat menyesal atas Pembantaian Westerling dan berjanji untuk membicarakannya di kabinet.
Usai pembicaraan tersebut, Pemerintah Belanda menyetujui untuk menyelesaikan secepatnya kasus-kasus seperti rawagede dan Westerling. "Akhirnya, pengacara Belanda melanjutkan negosiasinya dengan pengacara kami," kata Jeffry.
Sejak April hingga Agustus, kesepakatan yang dicapai hanya mengenai jumlah ganti rugi. Sedangkan untuk permintaan maaf, Pemerintah Belanda, masih merundingkannya. Menurut Jeffry, Frans dan Partai Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Partai Volkpartij voor Vrijheiden Democratie masih berselisih pendapat. Frans setuju untuk meminta maaf keapda seluruh rakyat Indonesia, sedangkan Partai VVD merasa cukup meminta maaf kepada korban pembantaian.
"Seharusnya, pemerintah Belanda bangga punya menteri seperti Frans," kata Jeffry. Jeffry mengatakan, belum tahu pasti pemerintah Belanda akan meminta maaf dengan cara seperti apa. Namun Ia merasa gembira akhirnya ada menteri Belanda yang berani meneyelesaikan masalah ini.
Pada tahun 1946-1947 pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Raymon Westerling membunuh ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan. Pembunuhan tersebut terjadi selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan). Sebanyak 40 ribu warga sipil, disebut-sebut menjadi korban pada peristiwa itu.
TRI ARTINING PUTRI