TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah keberhasilan Datasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI dalam memberantas terorisme membuat kesatuan ini menuai pujian dari masyarakat. Keberhasilan itu tak lepas dari pendidikan dan latihan yang diterima setiap personelnya. Mereka tidak hanya mendapatkan ilmu dari internal Polri, tapi juga pendidikan dan pelatihan anti-terorisme dari organisasi intelijen Amerika: CIA dan FBI.
Pengamat keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi, mengatakan jumlah personel Densus 88 di tingkat pusat tak lebih dari 400 orang. "Mereka adalah personel dengan kualifikasi antiteror terbaik yang dimiliki kepolisian," kata Muradi dalam buku Densus 88 AT; Konflik, Teror, dan Politik. "Sedangkan di tingkat kepolisian daerah, personel Densus 88 berkisar 50 hingga 75 orang."
Sebelum perekrutan, anggota polisi terlebih dahulu dilatih di Pusat Pendidikan Reserse Polri, berlokasi di kawasan Mega Mendung, Puncak, Jawa Barat. Mereka juga berlatih di Pusat Pendidikan Antiteror Nasional (Platina) di Kompleks Akademi Kepolisian, Semarang.
"Para pengajar, internal Polri, instruktur CIA, FBI, National Service Australia, dan jaringan organisasi intelijen Barat lain," kata Wakil Ketua Pusat Studi Keamanan Nasional Universitas Padjajaran itu.
Calon anggota Densus 88 ini tak hanya belajar soal teori dan metodologi antiteror. Mereka juga mendapatkan fasilitas berlatih seperti simulator dan sarana pendukung latihan lainnya. Dukungan peralatan serta finansial itu mengalir dari negara-negara Barat. "Apalagi pada saat kampanye global antiterorisme berlangsung," kata Muradi. "Berbagai bantuan dan dukungan, baik persenjataan, pelatihan, hingga pendanaan pasukan antiteror dari negara Barat, masuk ke Polri."
Tapi bantuan negara barat tak mengalir ke pasukan antiteror TNI. Ini karena ada embargo senjata untuk TNI. Menurut Muradi, hal itu menimbulkan keirian dari tiga angkatan TNI, dan BIN, terhadap Polri. Apalagi legalitas Densus 88 sebagai kesatuan yang berwenang menghadapi dan memberantas terorisme di Indonesia hanya ditegaskan dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2001. "Yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," ujarnya.
AMIRULLAH
Baca juga
EDISI KHUSUS: Kontroversi Densus
Densus 88 Ada agar Tiada Pelanggaran HAM Masif
Ansyaad : Musuh Itu Teroris, Bukan Densus
Pengusul Densus Bubar Tak Paham Bahaya Teroris
Video Kekerasan Densus, Ini Kata Komnas HAM