TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai menyesalkan munculnya wacana pembubaran Detasemen Khusus 88 Anti-Teror (Densus 88). Keinginan membubarkan satuan khusus pemberantas teroris itu sangat tak logis. “Yang musuh itu kan teroris, bukan Densus-nya," kata Ansyaad di kantornya, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Kamis, 7 Februari 2013.
Menurut Ansyaad, keinginan Densus dibubarkan muncul dari pengusul yang tak memahami bahayanya terorisme. Jaringan teroris yang makin banyak dan tersebar di Indonesia, membuat aparat kesulitan melacak gerak-gerik mereka. Sekali pun di daerah yang sudah dikenal sebagai kantong kegiatan para teroris.
"Mereka tidak tau bagaimana sadisnya perbuatan teroris. Mereka itu bersenjata, membawa bom, dan lebih memilih mati daripada ditangkap," kata dia.
Permintaan pembubaran Densus 88 kembali muncul setelah beredarnya video yang berisi tindakan kekerasan oleh satuan tersebut. Video itu diduga merupakan rekaman peristiwa 18 anggota Densus 88 dan Brimob kala menangkap 14 warga Kalora, Poso, Desember 2012. Warga Kalora ini diperiksa atas dugaan keterlibatan mereka dalam penembakan empat anggota Brimob di Tamanjeka, Gunung Biru, Poso. Pada saat pemeriksaan, 14 orang ini dipukuli dan mengalami luka lebam dan luka fisik lainnya.
Belakangan terungkap bahwa sebagian isi video adalah rekaman peristiwa penyerbuan Densus 88 ke Tanah Tinggi, Poso, pada 2007. Sejumlah tersangka yang sepintas tampak sedang dianiaya adalah para pelaku pengeboman gereja dan mutilasi warga. Kepolisian menyebut dua di antaranya, Wiwin Kalahe alias Tomo dan Basri. Keduanya kini sudah dipenjara.
Melihat video tersebut, sejumlah pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan ormas Islam melapor ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, akhir Februari lalu. Laporan ini kemudian diikuti pendapat sejumlah pakar supaya satuan khusus itu dibubarkan.
Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani, menganggap, kekerasan itu mengindikasikan adanya pelanggaran HAM berat oleh polisi. Komnas sedang menginvestigasi kasus tersebut dan sudah mengantongi bukti video kekerasan tersebut.
Ansyaad mengatakan ideologi jihat tertanam kuat di pikiran para teroris itu. Bahkan sejumlah teroris muda pun seringkali melakukan perlawanan yang membabi buta. Jika pun akhirnya tertangkap, sangat sulit membuat mereka mengaku. "Makanya kadang cara yang dipakai juga "luar biasa". Di situlah kadang sering terjadi insiden yang dianggap melanggar HAM," kata dia.
"Jadi, jangan karena satu peristiwa dianggap melanggar HAM lalu mudah menghakimi. Kami bukannya tak mengerti HAM."
Ansyaad menambahkan, masyarakat seharusnya mendukung langkah Densus 88, yang sejarahnya memang dibentuk untuk menumpas terorisme. Apalagi pendekatan daro pemerintah saat ini lebih baik dari sebelumnya, yaitu menghindari pelanggaran HAM masif seperti pada masa lalu.
"Kami menghadapi kelompok yang jelas-jelas melanggar HAM paling berat dengan cara yang lebih soft dibandingkan negara lain,” kata pria 64 tahun ini. “Juga bukan dengan operasi militer seperti dulu."
MUNAWWAROH
Berita Populer:
Soekarwo Lantik Bupati Termuda Indonesia
Timwas Century Terima Banyak Informasi dari Anas
Polri: Video Kekerasan Densus 88 Terjadi 2007
Ini Tokoh-tokoh yang Mengilik Anas Soal Century