TEMPO.CO, Jakarta – Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) bersama Migrant Care dan Tim Advokasi Diaspora Indonesia menyerukan perlunya daerah pemilihan khusus bagi warga Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Mereka menuding penyelenggara pemilu mengabaikan warga negara Indonesia di luar negeri, meski jumlahnya mencapai lebih dari 6,5 juta jiwa.
“WNI yang tinggal di luar negeri memiliki kebutuhan dan kepentingan khusus sehingga memerlukan saluran politik tersendiri guna menjamin terlindunginya hak-hak politik mereka. Karena itu mereka butuh daerah pemilihan sendiri. Mereka perlu wakil sendiri,” kata Didik Erlangga, dari Perludem, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, 27 Desember 2012.
Dia merujuk pada data hasil pemantauan Migrant Care pada Pemilu 2004-2009, serta pemantauan kinerja Parlemen periode 2004-2009 dan 2009-2014. Hasil pemantauan itu menunjukkan tidak ada sumbangan yang signifikan dari anggota Parlemen Daerah Pemilihan DKI II terhadap proses legislasi untuk perlindungan buruh migran di Indonesia.
Padahal pada sepuluh tahun terakhir, kontribusi remitansi buruh migran Indonesia meningkat drastis lebih dari 600 persen. Semula US$ 1,5 miliar pada tahun 2002 menjadi US$ 7,135 miliar pada tahun 2011.
Akibatnya, WNI di luar negeri pun jadi apolitis. Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih di tempat-tempat pemungutan suara di luar negeri terus menurun. Data Migrant Care menunjukkan, partisipasi politik WNI di luar negeri dalam pemilu 2004 dan 2009 tidak lebih dari 10 persen dari daftar pemilih tetap. Untuk itu, Diaspora Indonesia, Perludem, dan Migrant Care menyerukan agar tren sikap apolitis ini ditangkal. Salah satunya dengan membentuk daerah pemilihan di luar negeri.
Sebanyak 80-90 persen dari 6,5 juta WNI di luar negeri adalah buruh migran. Sisanya pekerja profesional, pelajar, pengusaha, dan diplomat. Mereka terbanyak berada di Malaysia, kemudian Singapura, Arab Saudi, Korea, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Australia.
NATALIA SANTI