TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun sudah mendapatkan uang muka sebesar Rp 63,3 miliar dari proyek pembangunan pusat pendidikan dan sekolah olahraga nasional di Bukit Hambalang Bogor, PT Dutasari Citralaras, yang merupakan salah satu subkontraktor proyek tersebut, ternyata sama sekali belum mengerjakan pekerjaannya.
"Belum ada. Masih 0 persen," kata J. Widodo H. Mumpuni, Auditor Utama III Badan Pemeriksa Keuangan yang menjadi penanggung jawab pemeriksaan audit investigasi Hambalang, saat ditemui di kantor BPK, Jumat, 2 November 2012.
Widodo menyatakan BPK menemukan kejanggalan dalam proses pencairan uang muka proyek tersebut ke perusahaan yang pernah dimiliki istri Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum itu. Menurut dia, PT Dutasari tidak berhak mendapatkan uang muka di awal, karena pengerjaan mekanikal elektrikal yang menjadi tanggung jawab perusahaan dikerjakan di akhir proyek, setelah bangunan jadi.
"Logikanya pemasangan listrik dilakukan belakangan atau setelah bangunan jadi. Tapi kenapa dibayar di awal?" Kata Widodo.
Selain itu, lazimnya kontrak yang dilakukan tahun jamak pasti mempunyai anak kontrak setiap tahunnya. Uang muka, kata Widodo, seharusnya dicairkan dari kontrak anak. Ini tak terjadi dalam proyek Hambalang. Dalam proyek itu, uang muka kontraktor dibayarkan dari kontrak induk. "Akibatnya ada pembayaran uang muka yang lebih besar dari kontrak anak pada tahun itu," katanya.
Menurut Widodo, selain kejanggalan proses pembayaran uang muka, PT Dutasari juga telah mensubkontrakan pengerjaan mekanikal elektrikal ke 14 perusahaan lain. Dari sana, BPK menemukan adanya penggelembungan harga yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 75,7 miliar.
"Misalnya harga riilnya hanya 8, tapi PT DC menghargakan 10 ke kontraktor utama. Dia akhirnya dapat 10. Dari kontraktor utama, menagih ke Kemepora tidak dengan harga 10, tapi jadi 12. Itu yang kami sebut sebagai kerugian negara," katanya.
BPK menemukan bahwa kontrak Kerja Sama Operasi (KSO) Adi Karya dan Wijaya Karya ditandatangani Direktur Utama PT Dutasari, Mahfud Suroso, pada 16 Desember 2010. Untuk pekerjaan mekanikal elektrikal keseluruhan bangunan, dia mendapat proyek senilai Rp 324,5 miliar. Mahfud kemudian mengajukan invoice penagihan uang muka pada 22 Desember 2010 sebesar Rp 64,9 miliar.
Pada 28 Desember 2010, KSO mentransfer dana uang muka yang diminta sebesar Rp 13,3 miliar kepada PT Dutasari. Keesokan harinya, KSO kembali mengirim uang muka sebesar Rp 25 miliar kepada Dutasari. Total uang muka dibayarkan dalam empat transfer selanjutnya dan tuntas pada Januari 2011.
Setelah mendapat uang muka, PT Dutasari mensubkontrakkan sebagian pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya pada 14 perusahaan lain. Dutasari membayar mereka sebesar Rp 27, 8 miliar dan menagih biaya pekerjaan yang sama kepada KSO sebesar Rp 113,8 miliar.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita Terpopuler:
Ke DPR, Dahlan: Saya Bawa Nyawa Saya
Kata Rhoma Irama Soal Dukungan Jadi Capres
''Andi dan Anas Akan Mundur Sendiri''
Jokowi, Taman Suropati, dan Twinkle Little Star
Pembunuh Janda Cantik Thiolina: Tukang Bangunan