TEMPO.CO, Jakarta -– Film Pengkhianatan G30S/PKI sering dianggap sebagai versi rezim Orde Baru terkait gerakan pada 30 September 1965. Presiden Soeharto mengomentari film itu usai menyaksikannya pada Januari 1984.
“Banyak yang belum diceritakan,” ujar Soeharto dalam artikel Pengkhianatan Bersejarah dan Berdarah di majalah Tempo edisi 7 April 1984. “Karena itu, akan dibuat satu film lagi kelak."
Film Pengkhianatan G30S/PKI disutradarai Arifin C. Noer. Film ini dianggap sebagai propaganda rezim Orde Baru terkait gerakan pada 30 September 1965. Peristiwa itu berbuntut tumbangnya Soekarno yang digantikan rezim Soeharto.
Baca juga:
Kisah Salim Kancil Disetrum, Tak Juga Tewas: Inilah 3 Keanehan
Ini Duit yang Dipakai Setya Novanto Cs & Ahok: Siapa Boros?
Film ini membatasi periode sejarah hanya pada enam hari genting dalam sejarah Rl, 30 September sampai dengan 5 Oktober 1965. Pengkhianatan G30S/PKI dianggap cukup kaya dengan detail. Apalagi latarnya berpindah-pindah dari Istana Bogor ke rapat-rapat gelap PKI, kemudian ke rumah Pahlawan Revolusi lalu ke Lubang Buaya.
Namun inti cerita diketahui orang banyak dan plotnya sederhana. "Persis diorama di Lubang Buaya," kata sutradara Arifin C. Noer.
Dalam Pengkhianatan G30S/PKI, terdapat tiga tokoh sentral yang menjadi sorotan: Presiden Soekarno, Mayor Jenderal Soeharto, dan gembong PKI DN Aidit. Soekarno diperankan Umar Kayam, Soeharto dimainkan Amoroso Katamsi, dan DN Aidit dibawakan Syu’bah Asa.
KODRAT
Berita lain:
Edisi Khusus Gerakan 30 September
Film Pengkhianatan PKI, Propaganda Berhasilkah?
Empat Pelindung FR Terancam Pidana
Irjen Djoko Susilo Tolak Panggilan KPK
KRI Klewang Terbakar