TEMPO.CO, Jakarta - Himpunan Mahasiswa Buddhis (Hikmahbudhi) mengecam tindak kekerasan terhadap suku muslim Rohingya. "Ini merupakan suatu bentuk diskriminasi dan pengingkaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan," kata Ketua Pengurus Pusat Hikmahbudhi Adi Kurniawan kepada Tempo, Senin, 30 Juli 2012.
Menurut Adi, penindasan terhadap minoritas Rohingya ini berakar dari persoalan lama terkait status kewarganegaraan suku Rohingya yang tak diakui sebagai salah satu suku bangsa di Myanmar. Apa pun bentuk dan alasannya, kata Adi, kekerasan dan penindasan merupakan tindakan yang merugikan karena menimbulkan penderitaan bagi orang lain.
Hikmahbudhi mendesak pemerintah RI mengambil inisiatif melalui ASEAN agar segera merumuskan solusi terhadap kasus yang terjadi. Adi juga berharap Indonesia mendorong seluruh anggota ASEAN meratifikasi Konvensi 1954 tentang Status Orang Tak Berkewarganegaraan serta Konvensi 1961 mengenai Pengurangan Keadaan Tak Berkewarganegaraan.
Pemerintah Myanmar diharapkan meninjau UU Kewarganegaraan yang berlaku di negaranya. "Salah satu sumber persoalan adalah tidak terakomodasinya suku Rohingya dalam UU Kewarganegaraan Myanmar maupun negara tetangganya, yaitu Bangladesh," tutur Adi. Inilah yang menyebabkan suku Rohingya menjadi tak berkewarganegaraan, yang berarti tanpa pengakuan perlindungan dari negara mana pun di dunia
Hikmahbudhi juga berusaha mengingatkan pemerintah Myanmar tentang Pasal 15 dari Deklarasi Universal HAM 1948, yang menyatakan setiap orang berhak mempunyai kewarganegaraan, sehingga tak seorang pun boleh dibatalkan kewarganegaraannya secara sewenang-wenang atau ditolak haknya untuk mengubah kewarganegaraannya. Ia juga mengimbau komunitas internasional untuk terus memberikan dukungan bagi perjuangan rakyat Burma dalam menegakkan demokrasi dan HAM.
Sampai saat ini, sudah sekitar 650 dari satu juta muslim Rohingya tewas selama bentrokan yang terjadi di wilayah barat Rakhine, Myanmar. Sementara sekitar 1.200 orang lainnya dinyatakan hilang dan 90 ribu muslim Rohingya kini telantar. Pemerintah Myanmar sendiri tidak mengakui muslim Rohingya sebagai warga negaranya. Mereka dianggap sebagai imigran gelap, meski sudah tinggal selama beberapa generasi. Karena inilah, muslim Rohingya terpaksa mengungsi ke berbagai negara terdekat, seperti di Bangladesh sekitar 400 ribu jiwa, di Thailand 60 ribu jiwa, di Pakistan 40 ribu jiwa, dan di Malaysia sekitar 40 ribu jiwa.
Populasi muslim Rohingya di Myanmar sekitar 4 persen atau hanya sekitar 1,7 juta jiwa dari total penduduk negara itu, yang sekitar 42,7 juta jiwa. Jumlah itu menurun drastis dari catatan pada dokumen Images Asia 'Report On The Situasion For Muslim In Burma pada Mei 1997, yang menyebutkan bahwa umat muslim di Myanmar mendekati 7 juta jiwa.
SUNDARI
Berita Terkait:
Pemerintah Burma Hadiri Peringatan Ayah Suu Kyi
Koalisi Sipil Minta Penyelidikan Internasional Kasus Rohingya
Suu Kyi Dapat Penghargaan di Amerika Serikat
Solusi Diskriminatif bagi Rohingya di Myanmar
Myanmar Kembali Bebaskan Tahanan Politik
Amnesty: Pembantaian Muslim Rohingya Berlanjut