TEMPO.CO, Jambi - Konflik antarwarga dengan perusahaan perkebunan sawit, PT Jambi Agro Wijaya (JAW), berujung dengan aksi bentrokan dan pembakaran sejumlah aset milik perusahaan yang dilakukan sedikitnya 250 orang warga Desa Simpangmeranti, Kecamatan Airhitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi, Sabtu kemarin. Konflik ini ditaksir menimbulkan kerugian sekitar Rp 1,8 miliar.
"Berdasarkan taksiran kita, akibat bentrok itu, perusahaan mengalami kerugian sedikitnya mencapai Rp 1,8 miliar," kata Ajun Komisaris Besar Almansyah, juru bicara Kepolisian Daerah Jambi, Ahad, 20 Mei 2012.
Menurut Almansyah, saat ini, kondisi di lokasi kejadian telah kondusif. Setelah kejadian, sedikitnya 100 personel satuan sabhara, intelijen, dan Brimob diterjunkan, Sabtu, 19 Mei kemarin, dari jajaran Kepolisian Daerah Jambi, untuk me-mark-up kekuatan personel polisi dari Kabupaten Sarolangun.
Kemarahan massa sehingga terjadi aksi perusakan dan pembakaran aset PT JAW tersebut diduga akibat sengketa lahan yang tak kunjung terselesaikan.
Massa sejak pagi hari itu sudah terkonsentrasi mendatangi lokasi perkebunan. Sekitar pukul 11.00 WIB, massa langsung melakukan penyerangan, perusakan, dan pembakaran aset perusahaan.
Dalam kejadian tersebut, sedikitnya 60 unit rumah karyawan PT JAW dan tiga sepeda motor habis dilalap api. "Tidak batas di situ, tiga petugas keamanan perusahaan terluka terkena sabetan senjata tajam dan warga pun merusak sedikitnya 15 hektare kebun sawit yang disengketakan," ujar Almansyah.
Sebelumnya, Kapolsek Airhitam Ajun Komisaris Pujiarso kepada wartawan menyatakan pihaknya baru mengetahui peristiwa tersebut setelah kejadian. "Kami baru tahu setelah kejadian. Perusahaan pun tidak memberi tahu atau melaporkan kejadian ini," ujarnya.
Utusan Pemerintah Kabupaten Sarolangun juga telah turun ke lokasi untuk menyelesaikan konflik antarwarga dengan perusahaan.
Aparat kepolisian pun sudah berencana untuk FGD (focuss group discussion). "Kedua belah pihak sudah kita surati, dan dalam waktu dekat akan dilakukan pertemuan upaya penyelesaiannya," kata Pujiarso.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Tempo, konflik antarwarga desa setempat dengan PT JAW sudah berlangsung cukup lama, sejak sepuluh tahun terakhir, namun tak terselesaikan.
Lahan yang disengketakan seluas 800 hektare. Pada tahun 2010, sempat diupayakan penyelesaian antara kedua belah pihak, tapi tak melahirkan kesepakatan.
M. Panjatan, salah seorang warga yang ikut dalam aksi itu, menuturkan warga hanya meminta lahan milik warga yang diklaim perusahaan seluas 800 hektare. "Awalnya kami hanya ingin mempertanyakan alasan perusahaan mendirikan pondok di lahan milik warga yang disengketakan, namun keinginan kami tidak mendapat respons baik dari pihak perusahaan. Akhirnya warga kecewa dan melampiaskan kemarahannya," ujarnya.
Hingga sejauh ini, belum ada konfirmasi dari pihak perusahaan PT JAW. Beberapa kali dicoba dihubungi, pihak perusahaan tidak mau memberikan komentar atas kejadian tersebut.
SYAIPUL BAKHORI