TEMPO.CO , Jakarta:Investigator Senior KNKT Soerjanto Tjahjono menyatakan tidak terdeteksinya sinyal dari Emergency Locator Transmitter (ELT) bukan disebabkan oleh perbedaan frekuensi sinyal. Dia mengatakan dua ELT yang berada di pesawat yang jatuh rusak karena kecelakaan. "Ketahanan ELT hanya 20 g-force, kalau (percepatan) lebih dari itu rusak," kata Soerjanto di KNKT, Jakarta, Jumat, 18 Mei 2012.
Soerjanto mengatakan ELT dalam pesawat nahas itu berada di dua titik, satu ELT dipasang di bagian ekor pesawat dan satu ELT portabel terletak di kabin. Namun karena rusak ketika kecelakaan ELT tak memancarkan sinyal ketika pesawat menabrak tebing Gunung Salak.
Menurut Soerjanto, ELT Sukhoi ditemukan karena dibantu oleh empat radar Bandara Soekarno-Hatta. ELT ditemukan di ketinggian 6.000 kaki tempat jatuhnya pesawat. "ELT ditemukan bukan karena frekuensi yang dipancarkannya. Sebab, saat ditemukan, ELT tidak berfungsi," kata Soerjanto.
Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya Daryatmo, menduga sinyal ELT tak terdeteksi karena perbedaan frekuensi sinyal ELT Sukhoi dan frekuensi terminal penerima Indonesia. Frekuensi ELT Sukhoi berada pada 121.5,203 Mhz. Sementara frekuensi sinyal standar di Indonesia adalah 121.5,406 Mhz.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita Terkait
Rusia Optimistis Temukan FDR Sukhoi
Kuncen Gunung Salak Minta Nama Penumpang Sukhoi
Kontrak Kartika Airlines�Sukhoi Paska Kecelakaan
Sukhoi dan Trimarga Akan Datangi Keluarga Korban
Negosiasi Asuransi Sukhoi Tanpa Intervensi Negara