TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar enam piring keramik berwarna hijau muda tertata rapi di atas meja ukir setinggi 1,5 meter. Meski bentuknya sederhana, keramik itu bukan barang biasa dan usianya telah ratusan tahun. Menurut si empunya keramik, Miranda Swaray Goeltom, satu keramik di ruang keluarga itu berasal dari abad ke-13.
Ya, barang antik tersebut milik Miranda, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Sejak muda Miranda Swaray Goeltom menyukai produk kerajinan tangan berupa keramik, baik berbentuk guci, piring, maupun gelas. Keramik yang paling menarik perhatiannya adalah karya sejumlah perajin asal Cina di masa dinasti silam.
Kala itu Miranda muda ingin mengoleksi keramik dari Negeri Cina. Tapi dia belum mampu membeli barang antik tersebut. Alasannya, "Saya masih PNS golongan biasa dengan gaji tak besar," tutur Miranda kepada Tempo.
Sekitar 1980-an, Miranda memutuskan bergabung dengan Himpunan Keramik Indonesia. Selama tiga tahun dia belajar tentang sejarah keramik dan cara pembuatannya. Bahkan dia mengklaim dirinya bisa mengetahui pada dinasti apa keramik tersebut dibuat. "Bisa dilihat dari motifnya. Karena tiap motif dan gambar berasal dari dinasti serta raja yang berbeda," ujarnya.
Sudah mengerti tentang sejarah keramik, Miranda pun mulai mengoleksinya. Pada 1980-an, kata dia, harga keramik yang dibelinya masih sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu. Tapi saat ini harga keramik tersebut sudah melonjak sampai ratusan juta rupiah. "Sekarang sudah museum quality," kata dia. Dan kini Miranda telah duduk di kuris Ketua Penasihat Himpunan Keramik Indonesia.
Tidak hanya keramik yang Miranda koleksi. Ratusan kain antik juga dia kumpulkan, seperti kain jarik Jawa, songket Palembang, ulos Batak, dan kain asal Sumba. Kain koleksi Miranda tidak semuanya dari hasil membeli, beberapa di antaranya dia peroleh dari sang ibu.
"Saya pelestari budaya. Mungkin ini yang membuat orang salah persepsi, dikiranya saya suka barang mahal hanya untuk penampilan semata," kata Miranda.
Untuk menjaga kualitas kain antiknya, sebulan sekali deretan koleksi itu dia keluarkan dari lemari untuk mendapat angin. "Karena ada banyak, jadi tiap minggu digilir mana yang diangin-anginkan. Minggu ini kain jarik, selanjutnya ulos, dan terus begitu," kata dia.
Untuk mendapatkan angin, Miranda tidak khusus meletakkan kain antiknya di jemuran. Terkadang dia hanya merentangkannya di atas kasur atau pegangan tangga rumah. "Yang penting kena angin dan tidak terpapar matahari," ujarnya.
Saat menghadiri acara resmi, kadang-kadang Miranda memadupadankan kain koleksi dengan pakaiannya. Tapi dia tidak pernah menjahitkan kain-kain tersebut, terutama kain yang dibuat dengan tangan seperti batik tulis. Kain itu hanya akan dia lilitkan pada kaki dan diikat di bagian pinggang. "Bahkan saya kerap mencontohkan ke teman atau saudara cara melilitkan kain agar terlihat langsing," kata dia.
Ke depan, Miranda berencana membuat museum keluarga untuk menjaga barang koleksinya itu. Sebelumnya Miranda sudah membuat satu museum keluarga di rumah sang ibu yang telah berusia 100 tahun. Sayang tiga koleksi lukisan di sana hilang dibawa maling. Sejak saat itu Miranda tak lagi berani memajang koleksi lukisannya. "Bukan hanya karena berharga secara materi, tapi juga sejarahnya," ujar dia.
CORNILA DESYANA
Berita Terpopuler
Miranda Goeltom Diminta Kembalikan Gaji
Empat Kali, Miranda Goeltom Menangis
Jamuan Makan Malam di Dapur Miranda Goeltom
Kata Anak, Miranda Menangis Baru Empat Kali
FITRA Cium Gelagat KPK Pecah Sikapi Anas
Ruhut Kritik Gaya "Tinju" Pengacara Nazar
Cara Miranda Mengukur 'Persahabatan' dengan Nunun
Miranda Goeltom 'Ngecat' Rambut Sendiri di Rumah
Dekat Dengan Bos Artha Graha? Ini Kata Miranda
Soal Wisma Atlet, Ini Jawaban Andi Mallarangeng